Kamis, 23 Januari 2014

SURVEILANS VEKTOR PENYAKIT DI PINTU MASUK NEGARA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN PEKANBARU 2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pelabuhan laut dan udara merupakan pintu gerbang lalu lintas orang, barang dan alat transportasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Seiring dengan meningkatnya arus pariwisata, perdagangan, migrasi dan tekhnologi maka kemungkinan terjadinya penularan penyakit melalui transportasi semakin besar. Penularan penyakit dapat disebabkan oleh binatang maupun vector penyakit yang terbawa oleh alat transportasi maupun oleh vector yang telah ada dipelabuhan laut atau udara. Serangga yang termasuk vector penyakit antara lain nyamuk, lalat, pinjal, kecoa dan tungau.
Salah satu tugas pokok dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) kelas II Pekanbaru dalam mencegah keluar masuknya penyakit dari atau ke luar negeri adalah melalui upaya Pengendalian Resiko Lingkungan (PRL) di pelabuhan dan alat transportasi. Upaya ini dilakukan untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit serta meminimalisasikan dampak resiko lingkungan terhadap masyarakat. Usaha- usaha PRL dipelabuhan meliputi sanitasi lingkungan dan pemberantasan vector dan dan binatang penular penyakit. Salah satu kegiatan dalam pemberantasan vector yaitu pengendalian nyamuk yang meliputi survey jentik dan nyamuk dewasa, identifikasi jentik dan nyamuk dewasa, pemberantasan jentik dan nyamuk dewasa, diseminasi informasi hasil pengendalian.
Daerah-daerah wilayah KKP yang harus bebas dari infestasi A.aegypty yaitu:
1.      Bandar udara: daerah di dalam lingkungan perimeter pelabuhan udara, yakni daerah pelabuhan di dalam suatu lingkungan dimana terdapat bangunanbangunan untuk kegiatan penerbangan (gedung-gedung terminal dan transit, gudang) dan tempat parker pesawat terbang.
2.      Pelabuhan laut: tempat kapal berlabuh dan sekitarnya dimana terdapat bangunan-bangunan untuk kegiatan pelabuhan. Untuk mempertahankan agar daerah di dalam perimeter bebas A.aegypti maka perlu diadakan usaha-usaha pengendalian secara aktif di daerah perimeter dan daerah buffer (protective area) di sekitar perimeter sejauh sekurang-kurangnya 400 m. Di daerah tersebut indeks A.aegypti (House Index) harus dipertahankan hingga < 1%.
Penyakit-penyakit yang bersumber nyamuk (PBN) antara lain malaria, demam berdarah, chikungunya, yellow fever, filariasis limfatik (kaki gajah), dan Japanese encephalitis (radang otak Jepang). Dengan mudahnya transportasi antara Afrika yang merupakan daerah endemik penyakit yellow fever dan Indonesia, maka potensi penularan penyakit yellow fever semakin besar. Saat ini, pakar taksonomi mengidentifikasi sebanyak 3.453 sepesies nyamuk dan sebagian kecil spesies di antaranya berdampak terhadap kesehatan manusia. Akibat yang ditimbulkan nyamuk pun bermacam-macam, mulai dari gangguan kenyamanan sewaktu istirahat, dermatitis alergika akibat gigitan nyamuk, kejengkelan karena kebisingan suara terbangnya yang dekat telinga serta rasa nyeri akibat gigitannya, sampai ke dampak kesehatan nyata yaitu kejadian kesakitan dan kematian pada penderitanya karena terinfeksi oleh kuman penyakit yang ditularkannya.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kejadian PBN antara lain mobilitas penduduk serta perilaku manusia yang kadang-kadang secara sengaja atau tidak sengaja menyebabkan kerusakan lingkungan. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya kepedulian masyarakat terhadap masalah kesehatan lingkungan yang merupakan tempat berkembangbiaknya nyamuk, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan jumlah kasus penyakitpenyakit yang ditularkan oleh nyamuk.
Angka kematian akibat penyakit nyamuk khususnya demam berdarah, menempati nomor urut keenam (53,98%) dari angka kematian penyakit lainnya setelah kematian akibat kecelakaan lalu lintas. Sedangkan penyakit malaria menduduki peringkat keempat dari penyakit menahun lainnya.
Berdasarkan data pengamatan penyakit menular yang dikumpulkan KKP Pekanbaru dari 6 puskesmas yang berdekatan dengan area Wilayah Kerja KKP baik Bandara SSK II maupun Pelabuhan Laut selama tahun 2007, didapatkan jumlah kasus DBD sebanyak 50 kasus, dengan jumlah kematian 0 kasus.
Berdasarkan latar belakang di atas serta masih tingginya angka kasus DBD yang terjadi maka penulis berkeinginan untuik melakukan surveilans factor resiko vector penyakit diwilayah kerja KKP Pekanbaru.

1.2  Tujuan
1.      Tujuan Umum
Terselenggaranya surveilans faktor resiko vector penyakit di pintu masuk negara kantor kesehatan pelabuhan (KKP) Pekanbaru sebagai bagian integral dari sistim cegah tangkal penyakit/masalah tertentu.
2.      Tujuan khusus
a.       Terselenggaranya pengumpulan data factor risiko vector penyakit di pintu masuk Negara kantor kesehatan pelabuhan (KKP) Pekanbaru
b.      Terwujudnya upaya cegah tangkal penyakit melalui system surveilans factor resiko vector penyakit
c.       Terselenggaranya desiminasi informasi sebagai hasil analisis data dari factor risiko di pintu masuk Negara kantor kesehatan pelabuhan (KKP) Pekanbaru
d.      Dirumuskannya intervensi dalam rangka lintas program dan lintas sector di pintu masuk Negara kantor kesehatan pelabuhan (KKP) Pekanbaru

1.3  Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah :
a.       Bagi penulis
Untuk menambah pemahaman dan wawasan penulis mengenai factor resiko vector pembawa penyakit di pintu masuk Negara
b.      Bagi KKP
Sebagai masukan untuk melaksanakan perannya dalam factor resiko vector pembawa penyakit di pintu masuk Negara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Faktor Resiko
Risk Faktor atau Faktor Resiko adalah hal-hal atau variabel yang terkait dengan peningkatan suatu resiko dalam hal ini penyakit tertentu. Faktor resiko di sebut juga faktor penentu, yaitu menentukan berapa besar kemungkinan seorang yang sehat menjadi sakit. Faktor penentu kadang-kadang juga terkait dengan peningkatan dan penurunan resiko terserang sutu penyakit. Faktor resiko adalah salah satu bagian dari ilmu Epidemiologi.
Factor resiko vector adalah hal – hal atau variable yang terkait dengan peningkatan risiko suatu penyakit melalui vector pembawa penyakit. Surveilans vektor adalah pengamatan vektor secara sistematis dan terus menerus dalam hal kemampuannya sebagai penular penyakit yang bertujuan sebagai dasar untuk memahami dinamika penularan penyakit dan upaya pengendaliannya. (PMK RI No. 374 tahun 2010).  
Menentukan faktor resiko memiliki beberapa kegunaan, diantaranya:
1.      Prediksi
Untuk meramalkan kejadian penyakit. Misalnya : Perokok berat mempunyai resiko 10 kali lebih besar untuk terserang Ca Paru daripada bukan perokok.
2.      Penyebab
Kejelasan dan beratnya suatu faktor resiko dapat ditetapkan sebagai penyebab suatu penyakit dengan syarat telah menghapuskan faktor – faktor pengganggu (Confounding Factors)
3.      Diagnosis
Dapat membantu dalam menegakkan Diagnosa.
4.      Prevensi
Jika suatu faktor resiko merupakan penyebab suatu penyakit tertentu, maka dapat diambil tindakan untuk pencegahan terjadinya penyakit tersebut.



.
KRITERIA FAKTOR RESIKO
Untuk memastikan bahwa statu sebab layak disebut sebagai Factor Resiko, maka harus memenuhi 8 kriteria (menurut Austin Bradford Hill), yaitu :
1.      Kekuatan hubungan
Yaitu : adanya resiko relatif yang tinggi.
2.      Temporal
Kausa mendahului akibat.
3.      Respon terhadap dosis
Makin besar paparan, makin tinggi kejadian penyakit.
4.      Reversibilitas
Penurunan paparan akan diikuti penurunan kejadian penyakit.
5.      Konsistensi
Kejadian yang sama akan berulang pada  waktu, tempat dan penelitian yang lain.
6.      Kelayakan biologis
Sesuai dengan konsep biologi.
7.      Specifitas
Satu Penyebab menimbulkan Satu Akibat.
8.      Analogi.
Ada kesamaan untuk penyebab dan akibat yang serupa.

2.2  Vektor
Menurut WHO (2005) vektor adalah serangga atau hewan lain yang biasanya membawa kuman penyakit yang merupakan suatu risiko bagi kesehatan masyarakat. Menurut Iskandar (1989) vector adalah anthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Sedangkan menurut Soemirat (2005), keberadaan vector penyakit dapat mempermudah penyebaran agen penyakit. Hal ini menetukan bahwa masuknya agen baru kedalam suatu lingkungan akan merugikan kesehatan masyarakat setempat.  
Menurut Nafika (2008), hewan yang termsuk kepada vector penyakit antara lain nyamuk, lalat, dan kecoa. Vector nyamuk yang terdapat di pemukiman perkotaan secara umum ada tiga jenis yaitu Culex quinquefasciatus, anopheles  dan aedes aegypti. Yang kedua adalah lalat, jenis serangga ini memiliki keunikan dibandingkan dengan serangga lain yaitu biasa meludahi makanannya sendiri., lalat hanya bisa makan dalam kondisi cair. Sedangkan reaksi lalat terhadap makanan akan mengeluarkan enzim agar makanan tersebut dapat menjadi cair, setelah makanan tersebut cair akan disedot masuk kedalam perut lalat sehingga akan memudahkan bakteri atau virus turut masuk kedalam saluran pencernaanya dan berkembang didalamnya. Jenis yang ketiga adalah tikus dan mencit yang termasuk hewan mengerat (rodensia). Jenis ini lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang gudang dan hewan penganggu/menjijikkan di perumahan. Belum banyak diketahui dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia, ternak dan hewan peliharaan. Rodensia komensal yaitu rodensia yang hidup didekat tempat hidup atau kegiatan manusia ini lebih perlu diperhatikan dalam penularan penyakit. Selain ketiga hewan ini, serangga lainnya juga dapat menularkan penyakit. Dalam pengertian yang luas, organisme yang termasuk keluarga serangga yang juga vector, seperti laba-laba, keong dan lainnya dijadikan perantara sebagai parasit pada manusia dan binatang penghuni gudang dan berperan sebagai patogemn terhadap penyakit tertentu. Beberapa vector penyakit memiliki dampak terhadap kesehatan masyarakat antara lain : nyamuk aedes aegypti (menyebabkan penyakit demam berdarah dan chikungunya), culex quinqueffasciatus (menyebabkan penyakit disentri), dan anopheles gambiae (menyebabkan penyakit malaria). Lalat menyebabkan gastrointestinal pada manusia. Larva dan lalat dewasa (musca domestica) sering termakan ayam, kemudian menjadi “hospes intermedier” cacing pita pada ayam dan kalkun. Tikus dan mencit, penyakit bersumber rodensia yang disebabkan oleh berbagai agen penyakit seperti virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing dapat ditularkan kepada manusia secara langsung. Sedangkan secara tidak langsung dapat melalui feses, urin dan ludah, melalui gigitsn vector ektoparasit tikus dan mencit (kutu, pinjal, caplak dan tungau). Disamping itu kecoa juga merupakan vector penularan penyakit yang cukup penting yang sering hidup disekitar kita.
2.2.1        Nyamuk
Nyamuk merupakan serangga yang mengalami metamorphosis lengkap, terdiri dari empat stadium yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Nyamuk memerlukan darah untuk proses pematangan telurnya. Beberapa spesies nyamuk menghisap darah terutamadi malam hari seperti nyamuk Culex dan anopheles, spesies lainnya terutama siang hari (pagi sampai sore) misalnya nyamuk A. agypty
Aktivitas menggigit ada yang dilakukan diluar rumah dan didalam rumah. Dua sampai tiga hari setelah menghisap darah nyamuk mulai bertelur. Nyamuk aedes meletakkan telurnya satu persatu pada dinding tempat perindukan yang gelap, basah dan lembab, misalnya bak mandi, tempayan, ban bekas, tonggak bamboo. Nyamuk mansonia meletakkan telurnya secara berkempok di permukaan bawah tanaman air
Diair , dua hari kemudian telur menetes menjadi jentik-jentik (larva) yang kecil, mengalami pergantian kulit empat kali sebelum menjadi pupa. Beberapa hari kemudian (5 sampai 7 hari) tergantung temperature, kelembaban dan ketersedian makanan, jentik nyamuk berubah menjadi pupa. Pupa merupakan stadium tidak makan dan kira-kira dua hari kemudian berubah menjadi nyamuk. Angka kematian akibat penyakit nyamuk ini.
A.    Jenis- jenis nyamuk dan larva
1.      Nyamuk aedes
Nyamuk Aedes aegypti biasa ditemukan di dalam atau di halaman sekitar rumah. Berbeda dengan nyamuk lain yang biasa berkeliaran pada malam hari, Aedes adalah nyamuk rumah yang biasanya menggigit hanya pada siang hari. Badannya sedikit lebih kecil dibandingkan nyamuk anopheles (nyamuk yang menularkan malaria) dan tubuhnya sampai ke kaki berwarna hitam bergaris-garis putih. Nyamuk Aedes biasa bertelur pada genangan air yang tenang dan bersih, seperti jambangan bunga, tempayan, dan sebagainya. Nyamuk ini tidak menyukai tempat yang jorok atau kotor, sehingga mereka tidak menyukai air got atau lumpur kotor.Tempat-tempat yang disukai oleh nyamuk ini adalah tempayan atau tempat air bersih yang terbuka, bak mandi, genangan air hujan pada lubang jalanan atau selokan bersih, pot tanaman atau bunga yang diisi air bersih, kaleng bekas yang dipenuhi air hujan, dan lain-lain.
Ciri-ciri larva nyamuk aedes :
1)      Kepala             : antenna dipenuhi bulu yang sangat halus
2)      Thorax              : dekat pangkal berkas rambut di sisi dada terdapat duri melengkung
3)      Abdomen          : ruas kedelapan terdapat sebaris gigi sisir berbentuk khas
4)      Terdapat sebaris comb scale yang terdiri dari 8-12 anak sisi

2.      Nyamuk culex
Nyamuk Genus Culex adalah nyamuk yang paling dominan di sekitar kita. Nyamuk ini biasanya mulai aktif ketika hari mulai malam hingga menjelang pagi. Nyamuk jenis Culex ini juga terdiri dari banyak spesies, seperti C. pipiens, C. quinquefasciatus, C. tarsalis, C. territans, dan lain-lain. Walaupun jenis penyakit yang dibawa oleh nyamuk Culex ini jarang menyebabkan kematian pada manusia, namun ternyata banyak sekali jenis penyakit yang dibawa oleh nyamuk ini.. Beberapa penyakit pada manusia yang sudah diketahui dapat ditularkan oleh Culex adalah penyakit kaki gajah dan West Nile Virus (WNV).
Ciri Secara Umum :
• Telur : lonjong seperti peluru
• Larva : sifon panjang dan bulunya lebih dari satu pasang
• Fase dewasa : abdomen bagian ujung tumpul, warna cokelat muda tanpa tanda khas
• Sayap : sisik sempit panjang dengan ujung runcing
• Peran medis : sebagai vektor filariasis dan penyakit Japanese B. encephalitis
• Perilaku : mengisap darah pada malam hari
• Habitat : air jernih dan air keruh
Ciri Morfologi :
•Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
• Pertumbuhan telur sampai dewasa ± 10 hari
• Menggigit/menghisap darah pada siang hari
• Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
• Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah yang agak gelap dan lembab, bukan di got/comberan
• Hidup di dalam dan di sekitar rumah
• Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bungan, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain.
• Di luar rumah: drum, tangki penampungan air, kaleng bekas, ban bekas, botol pecah, potongan bambu, tempurung kelapa, dan lain-lain
3.      Nyamuk Anopheles
ü  Anopheles (nyamuk tiruk) merupakan salah satu genus nyamuk. Terdapat 400 spesies nyamuk Anopheles, namun hanya 30-40 menyebarkan malaria (contoh, merupakan "vektor") secara semula jadi. Anopheles gambiae adalah paling terkenal akibat peranannya sebagai penyebar parasit malaria (contoh. Plasmodium falciparum) dalam kawasan endemik di Afrika, manakala Anopheles sundaicus adalah penyebar malaria di Asia.
Ciri Morfologi :
o   Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
o   Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
o   Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia (menghisap darah)
o   Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
o   Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat
o   Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu .
o   Lebih senang hidup di daerah rawa
Ciri-ciri nyamuk Anopheles betina sebagai vektor Malaria
ü  Pada bagian sayapnya terdapat gambaran belang hitam dan putih.
ü  Bagian ekornya lebih runcing dari pada nyamuk Aedes Aegypti vektor DBD.
ü  Tempat bertelur bervariasi dan pada umumnya di daerah rawa-rawa (air kotor) misalnya sawah, tempat ikan, lumpur, saluran irigasi, kebun kangkung, kolam, dan sebagainya.
ü  Telurnya diletakkan satu persatu pada permukaan air berbentuk seperti perahu dan mempunyai sepasang pelampung pada sisi sampingnya.
ü  Menggigit umumnya pada saat senja sampai malam hari.
Siklus Hidup :
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a.       Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163). Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001, hal. 409).
b.      Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan “ sporozoit “ ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan “ Pra -eritrositer primer.” Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut “ekso-eritrositer sekunder“. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.
B.     Penyakit-penyakit yang ditularkan nyamuk
1.      Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk A.aegypti atau A.albopictus, yang ditandai demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, gelisah, nyeri ulu hati , disertai bintik perdarahan dikulit, kadang mimisan, muntah darah, bahkan dapat berakibat kematian.
2.      Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit jenis plasmodium ditandai demam berkala, menggigil dan berkeringat, yang ditularkan oleh nyamuk genus anopheles , juga penyakit ini dapat berakibat kematian. Pada saat ini nyamuk penular (veckor) malaria di Indonesia yang ditemukan sebanyak 19 spesies dari genus anopheles.
3.      Filariasis
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filarial, yang mengakibatkan gejala akut dan kronis (kaki membesar seperti gajah ) yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk, diindonesia telah ditemukan sebanyak 27 jenis nyamuk dari genus Culex, Anopheles, Aedes dan Mansonia.
4.      Chikungunya
Chikungunya adalah penyakit menular sejenis demam disertai nyeri otot yang bersifat epidemic dan endemic yang disebabkan oleh Alvavirus yang ditularkan oleh beberapa jenis nyamuk yaitu A. Aegypti, A.albopictus, culex fatigans dan mansonia sp. Meskipun penyakit ini tidak mengakibatkan kematian, namun dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat dipersendian tubuh bahkan seperti kelumpuhan dan dapat berlangsung selama dua bulan.
5.      Encephahalitis
Salah satu jenis penyakit Encephalitis adalah Jepenese Encephalitis (JE). Encephalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk genus Culex. Untuk japenese encephalitis berdasarkan penelitian di Jakarta tahun 1981-1982 sebagai penularnya adalah culex tritaeniorhyncus. Yaitu sejenis nyamuk culex yang berkembang didaerah sekitar kandang ternak babi, sapi dan disekitar sawah/ pahit.
SEPUTAR KEHIDUPAN NYAMUK
Beberapa tahun terakhir ini banyak masyarakat yang merasakan bahwa populasi nyamuk terasa semakin banyak. Ketakutan masyarakat semakin menjadi nyata oleh munculnya beberapa penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Kasus kesakitan di rumah sakit semakin tinggi, biaya pengobatannyapun semakin mahal dan rasanya masyarakat semakin resah. Dapat kita bayangkan, betapa resahnya masyarakat kala melihat data kesakitan demam berdarah di ibu kota Negara republic Indonesia tercinta yang semakin tinggi .
1.      Jarak terbang
Jarak terbang nyamuk, bervariasi tergantung kemampuan spesiesnya dan banyak dipengaruhi oleh kelembaban udara disamping itu, angin secara langsung berpengaruh pada jarak terbang nyamuk, bila kecepatan angin 11-14m/detik akan menghambat jarang terbang nyamuk
2.      Penyebaran nyamuk
Penyebaran binatang tidak sama diseluruh dunia, demikian juga penyebaran nyamuk di Indonesia. Jenis nyamuk yang akan ditemukan pada setiap lokasi ditentukan oleh faktor lingkungan , misalnya daerah perkotaan di pulau jawa : dengan banyak tempat penampungan air oleh aktivitas manusia (drum, tempayan, bak mandi) akan ditemukan aedes aegypti, di kebun –kebun dengan tempat penampungan alamiah (tonggak bambu, lobang di pohon, pelepah daun) akan ditemukan aedes albopictus, didesa- desa dekat persawahan ditemukan anopheles aconitus, didesa-desa tepi pantai yang berlagun ditemukan an. Sundaicus. Dengan demikian , jenis nyamuk pada tiap lokasi dengan lingkungan yang berbeda akan berbeda pula jenis sehingga penyakit yang ditularkan cenderung berbeda damn metode pemberantasannya berbeda juga. Disamping itu, setiap ketinggian naik 100 meter maka selisih suhu udara dengan tempat semula ½ °c. bila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan mempengaruhi faktor-faktor yang lain, termasuk penyebaran nyamuk, siklus pertumbuhan parasit didalam nyamuk dan musim penularan.
Kebiasaan nyamuk
a.       Waktu menggigit : tiap jenis nyamuk memiliki kesukan menggigit yakni ada yang memiliki kesukaan menggigit pada pagi hari, sore hari ataupun malam hari
b.      Tempat menggigit : tiap jenis nyamuk memiliki kesukaan tempat menggigit, yakni ada yang suka menggigit didalam rumah atau diluar rumah
c.       Kesukaan menggigit untuk menghisap darah hospes : antropofilik, zoofilik dan indiscriminate biters. Ada juga yang menghisap sari bunga, dll, yang dipergunakan untuk energi dalam penerbangan
d.      Frekuensi menggigit :siklus gonotropik, tergantung lamanya waktu ditempat istirahat, lamanya pencernaan darah, lamanya pencapaian tempat bertelur yang cocok, dan lamanya waktu saat menghisap darah lagi
e.       Kebiasaan beristirahat : kesukaan tempat istirahat, yakni ada yang suka didalam rumah atau diluar rumah
Kelebihan nyamuk
a.       Nyamuk dapat melihat sasaran (hospes) pada jarak 30 feet atau 10 meter
b.      Nyamuk dapat menentukan lokasi bloodhost pada jarak 100 feet atau 30 meter, dengan cara mencuim bau dari CO2 yang dikeluarkan oleh hospes pada saat bernafas
c.       Perilaku kawin, sekali saja.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengendalian nyamuk:
a.       Siklus hidup nyamuk
Umur nyamuk dewasa sangat pendek, yakni selama 2-3 minggu sedang pra dewasa selama 1-3 hari yang bisa jadi bahan pertimbangan dalam modifikasi lingkungan dalam pengendalian nyamuk. Umur nyamuk dewasa 2-3 minggu sampai nyamuk bertelur, telur menetas menjadi larva selama 2-3 hari, dan larva menjadi pupa selama 4-10 hari, dan selanjutnya menjadi pupa menjadi dewasa selama 1-3 hari.
b.      Suhu udara
Nyamuk adalah binatang berdarah dingin sehingga proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan, tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhadap perubahan-perubahan diluar tubuhnya.
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35 °c, juga mengalami perubahan, suhu rata-rata optimum untuk pertumbuhan nyamuk 25-27°c. pertumbuhan akan terhenti bila kurang 10 °c atau lebih 40 °c. toleransi suhu tergantung pada species nyamuknya,species nyamuk tidak tahan pada suhu 5-6 °c.
Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan metabolisme yang sebagian diatur oleh suhu seperti lamanya masa pradewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap, pematangan dari indung telur , frekuensi mengambil makanan atau menggigit berbeda-beda menurut suhu .
c.       Kelembaban nisbi udara
Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam dalam persen (%). Jika udara kekurangan uap air yang besar maka daya penguapannya juga besar. Sistem pernapasan nyamuk menggunakan pipa udara (trachea) dengan lubang- lubang pada dinding tubuh nyamuk (spiracle). Adanya spiracle yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme pengaturannya, pada saat kelembaban rewndah menyebabkan penguapan air dalam tubuh sehingga menyebabkan keringnya cairan tubuh. Salah satu musuh nyamuk adalah penguapan.
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan ekosistem kepulauan dan kelembabapan tinggi. Kelembaban yang tinggi berpengaruh pasda populasi nyamuk yaitu :
-          Pada kelembaban tinggi nyamuk cepat payah dan waktu kering yang singkat menyebabkan kematian akibat kekeringan. Populasi nyamuk umumnya tidak stabil, stabilitas hanya terjadi di daerah tertentu yang subur dimana iklim mikro dapat memberikan kelembabapan yang diperlukan nyamuk.
-          Adanya spiracle yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme pengaturnya membatasi penyebaran atau jarak terbang nyamuk, sehingga jarak terbangnya terbatas, pola penyebaran membentuk cluster (menggerombol tidak merata ), tidak memilih mangsa (indiscriminate feeders ), menggigit sembarang hospes dengan dasar terdekat yang digigit.
-          Nyamuk mencari tempat yang lembab dan basah diluar rumah sebagai tempat hinggap istirahat pasda siang hari, karena kelembaban yang tinggi tidak tidak terdapat didsalam rumah kecuali didaerah tertentu
-          Jika kelembaban kurang 60% umur nyamuk pendek karena tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit didalam tubuh
d.      Curah hujan
Hujan menyebabkan naiknya kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan (breeding places). Curah hujan yang lebat menyebabkan bersihnya tempat perkembangbiakan vector karena larvanya hanyut dan mati. Penyakit yang ditularkan nyamuk menjadi tinggi terjadi sebelum atau sesudah musim lebat. Pengaruh hujan berbeda-beda menurut banyaknya hujan dan keadaan fisik daerah. Banjir dan kurang hujan menyebabkan berpindahnya. Perkembangbiakan nyamuk secara temporer. Banyaknya curah hujan yang sedang dan waktu lama akan memperbesar kesempatan untuk berkembina biak yang subur
e.       Angin
Angin mempengaruhi penguapan air dan suhu udara. Jika udara tenang munhkin suhu nyamuk ada beberapa fraksi satu derajat lebing tinggi dari suhu ruangan , namun bila ada angin maka penguapan baik dan suhu udara baik menyebabkan suhu nyamuk turun beberapa fraksi satu derajat lebih rendah dari suhu lingkungan.  
2.2.2        Kecoa
Jenis-jenis kecoa yang menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat dan tempat hidupnya pada umumnya berada didalam lingkungan manusia dan khususnya berada dilingkungan kapal antara lain : german cockroach (blatella germanica), American cockroach (periplaneta Americana), oriental cockroach (blatta orientalis), brown banded cockroach (supella longipalpa), Australian cockroach (periplaneta fuliginosa) dan brown cockroach (periplanetabrunnea) (Aryatie,2005).
Menurut Depkes RI (2002), kecoa merupakan serangga yang hidup didalam rumah, restoran, hotel, rumah sakit, alat angkut, gudang, kantor, perpustakaan dan lain-lain. Serangga ini sangat dekat hidupnya dengan manusia, menyukai bangunan yang hangat, lembab dan banyak terdapat makanan, hidupnya berkelompok, dapat terbang aktif pada malam hari seperti dapur, tempat penyimpanan makanan, sampah, saluran-saluran air kotor. Umumnya menghindari cahaya, siang hari bersembunyi dicelah-celah. Serangga ini dikatakan penganggu karena mereka bisa hidup ditempat kotor dan dalam keadaan tertentu mnegeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit. Peranan tersebut antara lain :
a.       sebagai vector mekanik bagi beberapa mikro organisme pathogen
b.      sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing
c.       menyebabkan timbulnya beberap reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal dan pembengkakan pada kelopak mata.
Menurut Aryatie (2005), penularan penyakit dapat terjadi melalui bakteroi atau kuman penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana kuman tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemuadian melalui organ tubuh kecoa, selanjutnya kuman penyakit tersebut mengkontaminasi makanan. Vector yang paling sering ditemui diatas kapal adalah kecoa. Pada umumnya kecoa merupakan binatang malam. Pada siang hari mereka bersembunyi di lubang atau celah-celah tersembunyi. Kecoa yang menjadi permasalahan dalam kesehatan manusia adalah kecoa yang sering berkembang biak dan hidup disekitar mahluk yang sudah mati. Aktivitas kecoa kebanyakan berkeliaran didalam ruangan melewati dinding-dinding, pipa atau tempat sanitasi. Kecoa dapat mengeluarkan zat yang baunya tidak sedap sehingga kita dapat mendeteksi tempat hidupnya. Jika dilihat dari kebiasaan dan tempat hidupnya, sangat mungkin kecoa dapat menularkan penyakit pada manusia. Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya yang dibawa dari tempat-tempat yang kotor akan tertinggal atau menempel ditempat yang dia hinggapi.
Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap kapsul telur dan kecoa :
1.      Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah almari, celah-celah peralatan, dan dimusnahkan dengan membakar/dihancurkan.
2.      Pemberantasan kecoa dengan cara fisik dan kimia.
Secara fisik mekanis dengan :
-          Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan
-          Menyiram tempat perindukan dengan air panas
-          Menutup celah-celah dinding
Secara kimiawi :
-          Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray (pengasapan), dust (bubuk), aerosol (semprotan), atau bait (umpan).
Selanjutnya kebersihan merupakan kunci utama dalam pemberantasan kecoa yang dapat dilakukan dengan cara-cara seperti sanitasi lingkungan, menyimpan makanan dengan baik dan intervensi kimiawi (insektisida,repellent,attractan).
Strategi pengendalian kecoa ada 4 cara (Depkes RI,2002) :
1.      Pencegahan
Cara ini termasuk melakukan pemeriksaan secara teliti barang-barang atau bahan makanan yang akan dinaikkan keatas kapal, serta menutup celah-celah, lubang, atau tempat-tempat tersembunyi yang bisa menjadi tempat hidup kecoa dalam dapur, kamar madi, pintu dan jendela, serta mampu menutup atau memodifikasi instalasi pipa sanitasi.
2.      Sanitasi
Cara yang kedua ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal kecoa antara lain, membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan dilantai atau rak, segera cuci peralatan makanan setelah dipakai, membersihkan secara rutin tempat-tempat yang menjadi persembunyian kecoa seperti tempat sampah, dibawah kulkas, kompor, furniture dan tempat tersembunyi lainnya. Jalan masuk dan tempat kecoa hidup harus ditutup dengan cara memperbaiki pipa yang bocor, membersihkan saluran air, bak cuci piring dan washtafe. Pemusnahan tempat hidup kecoa dapat dilakukan juga dengan membersikan lemari apakian atau tempat penyimpanan kain, tidak menggantung atau segera mencuci pakaian kotor atau lap kotor.
3.      Trapping
Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat membantu untuk menangkap kecoa dan adapat digunakan untuk alat monitoring. Penempatan perangkap kecoa yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawah washtafel dan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam basement dan pada lantai di bawah pipa saluran air.
4.      Pengendalian dengan insektisida
Insektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa antara lain : Clordane, Dieldrin, Heptachlor, Lindane, golongan organophosphate majemuk, Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel. Penggunaan bahan kimia (insektisida) ini dilakukan apabila ketiga cara di atas telah dipraktekkan namun tidak berhasil. Disamping itu bisa juga diindikasikan bahwa pemakaian insektisida dapat dilakukan jika ketiga cara tersebut di atas (pencegahan, sanitasi, trapping) dilakukan dengan cara yang salah atau tidak pernah melakukan sama sekali. Celah-celah atau lobanglobang dinding, lantai dan lain-lain merupakan tempat persembunyian yang baik. Lobang-lobang yang demikian hendaknya ditutup/ditiadakan atau diberi insektisida seperti Natrium Fluoride (beracun bagi manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone, Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan tahan lama sehingga kecoa akan keluar dari tempat-tempat persembunyiannya. Tempat-tempat tersebut kemudian diberi serbuk insektisida dan apabila infestasinya sudah sangat banyak maka pemberantasan yang paling efektif adalah dengan fumigasi.




2.2.3        Pinjal pada tikus
Tikus adalah hewan mengerat (rodensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di perumahan. Belum banyak masyarakat yang mengeta-hui dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga mem-bawa, menyebarkan dan menularkan berbagai pen-yakit kepada manusia, ternak dan hewan peliharaan. Rodensia komensal ini berjalan dengan telapak kakinya. yang hidup didekat tempat hidup atau kegiatan manu-sia dapat menularkan penyakit oleh infeksi berbagai agen penyakit dari kelompok virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing. Penyakit tersebut dapat ditular-kan kepada manusia secara langsung oleh ludah, urin dan fesesnya atau melalui gigitan ektoparasitnya. Salah satu dari ektoparasit tikus adalah pinjal.
Tikus merupakan masalah rutin yang kita temui di pelabuhan dan di kapal karena itu pengendaliannya harus dilakukan secara rutin. Hewan mengerat ini men-imbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit, merusak barang-barang, instalasi listrik, kabel-kabel, mesin com-puter, dokumen/file dan lain-lain yang ada diwilayah gudang dan perkantoran, serta dapat menimbulkan penyakit. Beberapa penyakit penting yang dapat ditu-larkan ke manusia antara lain Pes, Salmonelosis, Lep-stopirosis dan Muri typhus. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk menekan sekecil mungkin density (kepadatan) tikus dan pinjal dipelabuhan dan kapal tidak dapat dilakukan sekali saja, tetapi harus secara terus menerus berkesinambungan dan terpadu dengan mengikut sertakan semua pihak disamping upaya men-ingkatkan sanitasi pelabuhan.
Ditinjau dari nilai estetika, keberadaan tikus akan menggambarkan lingkungan yang tidak terawat, kotor, kumuh, lembab, kurang pencahayaan serta adanya indikasi penatalaksanaan / manajemen keber-sihan lingkungan pelabuhan dan kapal yang kurang baik.
Klasifikasi
Beberapa jenis Rodensia yakni Rattus norvegicus, Rattus rattus diardi, Mus musculus.  Rattus norvegicus (tikus got) berperilaku menggali lubang di tanah dan hidup dilubang tersebut. Sebaliknya Rattus rattus diardii (tikus rumah) tidak tinggal ditanah tetapi disemak- semak dan atau diatap bangunan. Bantalan telapak kaki jenis tikus ini disesuaikan untuk kekuatan menarik dan memegang yang sangat baik. Hal ini karena pada bantalan telapak kaki terdapat guratan – guratan beralur, sedang pada rodensia penggali bantalan telapak kakinya halus. Mus musculus (mencit) selalu berada di dalam bangunan, sarangnya biasa ditemuai di dalam dinding, lapisan atap (eternity), kotak penyimpanan atau laci. Tikus termasuk familia Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Para ahli zoology (ilmu hewan) sepakat untuk menggolongkannya ke dalam ordo Rodensia (hewan yang mengerat), sub ordo Myomorpha, famili Muridae, dan sub famili Murinae. Untuk lebih jelasnya, tikus dapat diklasifikasikan sbb:
Dunia              : Animalia
Filum               : Chordata
Sub Filum        : Vertebrata
Kelas                :  Mammalia
Subklas            : Theria
Ordo                : Rodentia
Sub ordo         : Myomorpha
Famili              : Muridae
Sub family       : Murinae
Genus              : Bandicota, Rattus dan Mus
Biologi
Anggota Muridae ini dominan disebagian kawasan didunia. Potensi reproduksi tikus sangat tinggi dan cirri yang menarik adalah gigi serinya beradaptasi untuk mengerat (mengerat + menggigit benda- benda yang keras).  Gigi seri ini terdapat pada rahang atas dan bawah, masing – masing sepasang. Gigi seri ini secara tetap akan tumbuh memanjang sehingga merupakan alat potong yang sangat efektif. Tidak mempunyai taring dan graham(premolar).
Reproduksi
Tikus mencapai umur dewasa sangat cepat, masa ke-buntingannya sangat pendek dan berulang – ulang dengan jumlah anak yang banyak pada setiap ke-buntingan.
Pinjal tikus merupakan vektor penyakit pes. Penyakit ini merupakan penyakit zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain yang dapat ditularkan kepada manusia. Pes juga merupakan penyakit yang bersifat akut disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis. Pes dikenal ada 2 macam yaitu pes bubo ditandai dengan demam tinggi, tubuh menggigil, perasaan tidak enak, malas, nyeri otot, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjer (lipat paha, ketiak dan leher). Sedangkan pes pneumonic ditandai dengan gejala batuk hebat, berbuih, air liur berdarah, sesak nafas dan susah bernafas (Simanjuntak, 2006).
Menurut Richardson (2003), bakteri Yersinia pestis endemik pada rodent liar dan disebarkan oleh gigitan pinjal, ketika terlalu banyak tikus yang mati akibat pes, maka pinjal tersebut dapat menggigit tikus urban atau manusia dan menyebarkan infeksi. Sedangkan menurut Depkes RI (2000), secara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara dalam rodent. Bakteri Yersinia pestis yang terdapat di dalam darah tikus terjangkit dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia melalui gigitan pinjal yang berperan sebagai vektor penyakit pes.
Penularan pes dapat juga terjadi di atas kapal dan menurut Chin (2006) :
a.        Direct contact yaitu penularan pes ini dapat terjadi kepada seseorang atau para ABK melalui gigitan pinjal jika ditemukan tikus mati tersangka pes di atas kapal.
b.      Penularan pes dapat terjadi pada orang atau para ABK, karena digigit oleh pinjal infeksi setelah menggigit tikus domestik/komersial yang mengandung kuman pes.
c.       Droplet penderita pes paru-paru kepada orang lain melalui percikan ludah atau pernapasan, penularan pes melalui gigitan pinjal akan mengakibatkan pes bubo dan pes bubo dapat berlanjut menjadi pes paru-paru (sekunder pes).
Menurut Santi (2004), pinjal bisa menjadi vektor penyakit pada manusia yang penting misalnya penyakit pes (sampar = plague) dan murine typhus yang dipindahkan dari tikus ke manusia. Disamping itu pinjal bisa berfungsi sebagai penjamu perantara untuk beberapa jenis cacing pita, anjing dan tikus yang kadangkadang juga bisa menginfeksi manusia. Pinjal bisa juga menjadi vektor untuk penyakit pes (kira-kira 60 species). Beberapa species pinjal menggigit dan menghisap darah manusia. Vektor terpenting untuk penyakit pes dan Murine typhus ialah pinjal tikus Xenopsylla cheopis. Kuman pes, Pasteurella pestis, berkembang biak dalam tubuh tikus sehingga akhirnya menyumbat tenggorokan pinjal itu. Kalau pinjal mau mengisap darah maka ia harus terlebih dulu muntah untuk mengeluarkan kumankuman pes yang menyumbat tenggorokannya. Muntah ini masuk dalam luka gigitan dan terjadi infeksi dengan Pasteurella pestis. Pinjal-pinjal yang tersumbat tenggorokannya akan lekas mati.
Menurut Soejoedi (2005) yang mengutip pendapat Ehler dan Stell, keberadaan tikus dapat dideteksi dengan beberapa cara dan yang paling umum adalah adanya kerusakan barang atau alat. Tanda tanda berikut merupakan penilaian adanya kehidupan tikus yaitu:
a.       Gnawing (bekas gigitan)
b.       Burrows (galian /lubang tanah)
c.       Dropping (kotoran tikus)
d.      Runways (jalan tikus)
e.       Foot print (bekas telapak kaki)
f.       Tanda lain : Adanya bau tikus, bekas urine dan kotoran tikus, suara, bangkai tikus
Selanjutnya pengendalian tikus dapat dilakukan dengan perbaikan sanitasi lingkungan yaitu menciptakan lingkungan yang tidak favourable untuk kehidupan tikus pelaksanaannya dapat ditempuh dengan cara:
a.       Menyimpan semua makanan atau bahan makanan dengan rapi ditempat yang kedap tikus.
b.      Menampung sampah dan sisa makanan ditempat sampah yang terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan, bertutup rapi dan terpelihara dengan baik.
c.       Tempat sampah tersebut hendaknya diletakkan di atas pondasi beton atau semen, rak atau tonggak. Sampah harus selalu diangkut secara rutin minimal sekali sehari.
d.      Meningkatkan sanitasi tempat penyimpanan barang/alat sehingga tidak dapat dipergunakan tikus untuk berlindung atau bersarang.
Apabila terdapat tanda – tanda keberadaan tikus, dilakukan pemasangan perangkap yang diletakkan dilan-tai pada lokasi dimana ditemukan tanda – tanda ke-beradaan tikus. Alat perangkap tersebut dapat diletak-kan di pinggir saluran air atau taman kolam atau di dalam semak – semak atau sekitar kotak sampah atau tumpukan barang bekas, dll.  Untuk menentukan jumlah perangkap dipasang digunakan rumus sebagai berikut: Untuk setiap ruangan dengan luas sampai dengan 10 m3 dipasang satu perangkap. Setiap kelipatan 10 m3 di tambah satu perangkap  Alat perangkap yang belum berisi tikus dibiarkan sam-pai tiga malam untuk memberi kesempatan pada tikus lainnya memasuki perangkap dan diperiksa setiap pagi harinya untuk mengumpulkan hewan yang ter-tangkap. Alat perangkap yang terisi tikus harus dicuci dengan air dan sabun dan dikeringkan segera.  Pemasangan perangkap dalam upaya pemberanta-san ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut.  Bahan dan alat untuk penangkapan tikus terdiri atas: Perangkap tikus  Umpan (umbi-umbian, ikan asin, kelapa bakar, ayam goreng dan lain-lain).
Pemasangan perangkap (trapping) perlu diupayakan secara rutin. Macam perangkap tikus yang beredar di pasaran adalah jenis snap/guillotine trap dan cage trap. Jenis cage trap digunakan untuk mendapatkan tikus hidup, guna diteliti pinjalnya. Biasanya perangkap diletakkan di tempat jalan tikus atau di tepi bangunan Pemasangan perangkap lebih efektif digunakan setelah dilakukan poisoning, dimana tikus yang tidak mati karena poisoning dapat ditangkap dengan perangkap. Tikus adalah binatang pengerat yang merugikan manusia karena menghabiskan/merusak makanan, tanam-tanaman, barang-barang dan lain-lain harta benda. Kehidupan tikus disebut juga “Commersial”, yaitu makan, tinggal dari dekat kehidupan manusia. Tikus dapat pula sebagai vektor berbagai jenis penyakit-penyakit bakterial, penyakit-penyakit virus, penyakit-penyakit Spirochaeta dan penyakit cacing. Dilihat dari sudut estetika dan pelayanan umum, tikus dapat menimbulkan citra kurang baik karena dihubungkan dengan sektor pariwisata (Depkes RI, 2002).
Menurut Depkes RI (2007), pengendalian tikus di kapal dilakukan dengan mengamati dan mengawasi terhadap pemasangan rat guard, pemasangan lampu pada malam hari yang menerangi seluruh tangga, usaha menghindari kapal tender/bergandengan serta posisi tangga kapal harus ditinggikan 60 cm dari dermaga. Sedangkan pemeriksaan tanda-tanda kehidupan tikus di atas kapal adalah :
1.       Pemeriksaan terhadap kapal dilakukan sekali enam bulan dan disesuaikan dengan masa berlakunya dokumen Sertifikat Sanitasi Kapal. Pemeriksaan tikus di kapal di lakukan dengan melihat tanda-tanda kehidupan tikus.
2.      Tanda-tanda kehidupan tikus di atas kapal :
a.       Dropping (kotoran tikus), tersebar halus dan berbentuk kumparan (spindle shape), kotoran baru (lembek, hitam gelap dan mengkilap) sedang kotoran lama (keras, abu-abu hitam)
b.       Runways, tikus suka mempergunakan jalan yang sama untuk keluar dari sarangnya mencari makan dan sebagainya, karena badan tikus (bulunya) kotor dan berlemak maka akan terdapat bulu menempel pada jalan tikus.
c.       Tracks atau bekas tapak kaki, dapat dilihat jelas pada tempat-tempat lantai yang berdebu halus.
d.      Bekas gigitan (gnawing), tikus menggigit untuk tiga keperluan yakni : untuk membuat jalan (lobang) menembus tempat makanan, untuk mengunyah/menggigit makanan dan sebagai binatang pengerat ia harus selalu menggigit-gigit agar gigi seri tetap pendek, selain bahan-bahan yang empuk kadang-kadang metal seperti pipa leding dan lain-lain digigit pula.
e.       Tikus hidup, jika pada waktu pemeriksaan kapal ditemukan tikus dalam keadaan hidup. Sedangkan tikus mati, jika pada waktu pemeriksaan ditemukan tikus mati akibat peracunan atau terinfeksi pes. Apabila terlihat satu ekor tikus sewaktu pemeriksaan berarti diperkirakan ada 20 ekor di tempat/kapal itu.
Selanjutnya teknik pengendalian tikus di atas kapal adalah:
1.      Cara Mekanik
a.       Pemasangan perangkap pada tempat-tempat yang diperkirakan tempat bersarangnya tikus.
b.      Penggunaan lem tikus.
c.       Penangkapan langsung (sulit dilakukan).
2.      Cara Biologis : Dengan memelihara binatang pemangsa (predator) seperti kucing.
3.      Cara peracunan (Poisoning)
a.       Pemberitahuan kepada pihak kapal tentang akan diadakan peracunan, bahaya terhadap manusia dan cara-cara pengamanannya.
b.       Menentukan tempat-tempat pemasangan racun dan diberi tanda/penomoran.
c.        Racun yang telah dicampur dengan makanan antractaf diletakkan di atas piring kertas.
4.      Fumigasi
a.       Fumigasi kapal dilakukan berdasarkan hasil pemeriksana adanya tanda-tanda kehidupan tikus dan atas permintaan pihak kapal (nakhoda/pemilik).
b.      Dilakukan apabila dalam pemeriksaan dijumpai adanya tanda-tanda kehidupan tikus. Kegunaannya adalah untuk melakukan hapus tikus/serangga diatas kapal
c.       Sebagai syarat untuk mendapatkan dokumen kesehatan Internasional (Surat Keterangan Bebas Pengawasan Sanitasi Kapal).
d.      Bila fumigasi dilakukan, harus ditentukan fumigan yang dipakai (HCN, CH3Br atau CO2).
2.2.4        Lalat
Lalat dikatakan sebagai salah satu vector penyakit karena kegiatannya yang terbang ke berbagai tempat, termasuk tempat-tempat yang kotor dan membawa patogen dari tempat - tempat tersebut, menyebarkannya ke makanan manusia (penyebaran mekanis). Penyakit yang dapat ditransmisikan oleh lalat umumnya berupa penyakit dengan jenis food/waterborne seperti: Vibrio cholera, Salmonella typhi, dan Shygella dysentriae. Jumlah bakteri dalam 1 lalat = 550 – 6.600.000 (Esten, 1908). Studi di Peiping, Cina : Ditemukan:  3.683.000 bakteri/lalat di daerah kumuh, 1.941.000  bakteri/lalat di daerah yang lebih bersih. Di dalam tubuh lalat ditemukan (8-10) x lebih banyak bakteri daripada diluar tubuh lalat.
Taksonomi:
                  Kelas         :           Hexapoda
                  Ordo          :           Diptera
                  Family       :           Muscidae (lalat rumah), Sarcophagidae (lalat daging),        Calliphoridae
                  Species      :           Musca domestica (lalat rumah)
Siklus hidup lalat:
Metamorfosa lengkap: telur, larva, pupa dan dewasa. Siklus hidupnya ±30 hari. Suhu mempengaruhi panjangnya lama waktu hidup lalat.
a.      Telur:
·         Berwarna putih,ukuran ± 1 mm,
·         Setiap kali bertelur menghasilkan 120-130 telur bahkan sampai 500 telur
·         Menetas dalam waktu 8-16 jam Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (<12-13°C).
b.      Larva (Maggot)
·         Berwarna putih kekuningan
·         Panjang = 12-13 mm
·         Pada akhir phase, larva berpindah dari tempat yang banyak makanan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuh
·         Ketahanan lalat dalam fase ini sangat ditentukan oleh kelembaban tempat pembiakan
·         Larva akan mati pada suhu 73 C
·         TK I         :       baru keluar dari telur, belum banyak bergerak
·         TK II       :       dewasa, banyak bergerak
·         TK III      :       akhir, tidak banyak bergerak
c.       Pupa (Kepompong)
·         Berbentuk bulat lojong
·         Berwarna coklat tua
·         Panjangnya sama dengan larva (5 mm) dan tidak bergerak
·         Lama : 4-5 hari berlangsung pada musim panas selama 37 hari pada temperatur 30-35°C
d.      Lalat Dewasa
·         Siklus hidup telur hingga lalat dewasa = 6-20 hari
·         Lalat muda: dapat terbang antara 450-900 m
·         Lalat dewasa, panjang= ±¼ inch
·         Lalat betina yang lebih besar dari pada yang jantan
·         Memiliki 4 garis hitam dipunggungnya. Lalat dewasa betina dapat bertelur s.d. 5 kali
·         Umur lalat= 2-3 minggu, pada kondisi sejuk bisa sampai 3 bulan
·         Tidak kuat terbang melawan arah angin, tetapi sebaliknya bisa terbang sejauh 1 km.
Lalat dewasa aktif sepanjang hari terutama pagi dan sore, inaktif pada malam hari. Tertarik pada makanan manusia, darah dan bangkai. Bagian mulut tidak dapat dipakai untuk menggigit atau menusuk, hanya dapat menghisap barang-barang cair. Makanan hanya dalam bentuk cairan, jika kering maka akan dibasahi oleh lidahnya baru dihisap, makan paling sedikit 2-3 kali. Sehari, makanan sering dimuntahkan kembali, tanpa air lalat hanya hidup 48 jam. Kotoran hewan, sampah dan sisa makanan dari hasil olahan, kotoran organik, air kotor. Pada waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik hitam. Tengah hari lalat tidak makan tetapi beristirahat dilantai dinding, langit2, rumput2 dan tempat yang sejuk.
Lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listrik dan tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pd ketinggian tidak lebih dari 5 m. Hewan fototropik yaitu menyukai cahaya, malam hari tidak aktif; aktif kalau ada cahaya buatan. Jumlah lalat akan meningkat pada T=20-25°C. Jumlah menurun pada T <10°C atau > 49°C. Kelembaban optimum = 90%. Siang hari lalat bergerombol/berkumpul, berkembangbiak di sekitar sumber makanannya. Penyebaran dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban. Untuk istirahat lalat memerlukan suhu = 35-40°C, kelembaban 90%, aktivitas terhenti pada T < 15°C.
Gangguan Kesehatan:
Menularkan penyakit dengan cara transmisi mekanis, lalat yang merugikan manusia: lalat rumah (Musa domestica), lalat hijau (lucilia), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fannia canicularis). Lalat rumah biasanya pemakan makanan yang berbau busuk, kotoran yang pembawa penyakit. Penyakit yang ditularkan: disentri, kolera, typhoid, diare, gatal-gatal. Membuang kotoran/telurnya pada makanan kemudian berkembang biak sehingga nilai estetika rendah. Lalat mati dengan penggunaan insektisida berupa tepung atau semprotan pada tahap telur, larva dan lalat dewasa. Lalat tertarik pada bau-bau yang khas seperti sampah yang membusuk. Untuk memutuskan siklus hidup lalat, penumpukan sampah harus dihindari agar tidak mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia.
Penyakit yang ditularkan lalat dan gejala-gejalanya:
1.      Disentri: sakit pada bagian perut, lemas (karena terlambat peredaran darah), pada kotoran terdapat mucus dan push, Shigella dysentriae
2.      Diare: sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan terganggu
3.      Typhoid: gangguan pada usus, sakit pada perut, sakit kepala, berak darah dan demam tinggi, Salmonella paratyphi
4.      Cholera: muntah-muntah, demam, dehydrasi, Vibrio cholerae
Agen Penyakit yang Ditransmisikan Lalat :
1.      Vibrio Cholera, menyebabkan penyakit kolera. Menginfeksi saluran pencernaan melalui mukosa dan berakumulasi di sebelah submukosa saluran pencernaan. Gejala : diare, muntah-muntah, dehidrasi, sakit pada bagian abdomen (perut), koma, dan dapat mengakibatkan kematian bahkan dalam jangka waktu 12 jam setelah gejala muncul. Sumber infeksi : feses dan muntahan dari penderita penyakit kolera, serta makanan dan air yang terkontaminasi agen penyakit ini

2.      Salmonella typhi, menyebabkan penyakit Tiphoid (tifus), menginfeksi saluran pencernaan, melalui mucosa. Gejala : demam terus-menerus, iritasi dinding saluran pencernaan, diare. Sumber infeksi : feses, urine, dan darah orang yang terkena penyakit ini, atau orang yang sudah sembuh tetapi masih bertindak sebagai carier, makanan, minuman, atau susu yang terkontaminasi oleh penderita penyakit ini
3.      Shygella dysentriae, menyebabkan penyakit disentri. Menginfeksi saluran pencernaan, melalui mucosa. Gejala : diare, demam, muntah-muntah dengan frekuensi tinggi, dengan muntahan mengandung darah dan mucus. Sumber infesi adalah toxin (racun) yang dihasilkan oleh bakteri ini. Toxin ini aktif dalam keadaan panas, oleh karena itu, disentri banyak dijumpai pada musim panas. Sumber infeksi : feses, urine, dan darah orang yang terkena penyakit ini, atau orang yang sudah sembuh tetapi masih bertindak sebagai carier, makanan, minuman, atau benda yang terkontaminasi oleh penderita penyakit ini
Epidemiologi:
Diakibatkan oleh hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang buruk, seringkali menyerang anak-anak. Dapat dicegah dengan penyediaan air bersih yang memadai, pencegahan kontak lalat dengan makanan, pelaksanaan karantina.
Survey Kepadatan Lalat
Tujuan :
1.      Menentukan daerah-daerah yang potensial
2.      menjadi tempat berkembang biak lalat
3.      Menentukan kepadatan lalat/indeks lalat
4.      Menentukan luas daerah pengendalian dan
5.      jenis pengendalian yang akan dilakukan
Program Pengendalian Vektor Lalat
Meliputi
1.      Penurunan populasi larva <<, dengan cara pengelolaan dan sanitasi yang baik pada daerah-daerah yang potensial menjadi tempat untuk berkembang biak
2.      Pengendalian secara kimia untuk menghilangkan lalat yang masih berkembang
Metoda : Mekanis
1.      Pemasangan kasa : tetapi jendela tetap dapat dibuka, dan kasa dibersihkan secara teratur. Cara ini biasanya berguna digunakan di pedesaan
2.      Ultraviolet fly traps
3.      Elektrocolution
4.      Electric fan
5.      Penggelontoran saluran-saluran
Langkah manajemen terpadu
1.      Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan
2.      Pemberantasan lalat secara fisik menggunakan sticky tape, fly trap, light trap with electrocutor, secara kimia menggunakan insectisida dengan metode residual spraying, fogging, dan secara biologis menggunakan predator alami, misalnya semut Phiedoloqelon affinis
3.      Edukasi masyarakat
Evaluasi
1.      Kembali melakukan survey untuk melihat indeks lalat, menurun atau tidak
2.      Melihat jumlah kasus penyakit yang dicurigai ditransmisikan oleh lalat, berkurang atau tidak
Perbaikan Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
Tujuan: mencegah terjadinya perkembangbiakan lalat dan transmisi penyakit lalat.
Metoda Umum Pencegahan :
1.      Menghilangkan sumber makanan lalat, pembuangan kotoran manusia dengan baik
2.      Pencegahan makanan hasil industri terkontaminasi
3.      Pengelolaan sampah dan atau pupuk kandang yang benar
4.      Pendidikan kesehatan
5.      Pemberantasan
6.      Untuk Membunuh : telur, larva, pupa, dan lalat dewasa
a.       Mengurangi/menghilangkan tempat perkembangbiakan lalat
1.      Kandang Ternak harus dapat dibersihkan, lantai harus kedap air, dan dapat disiram setiap hari
2.      Peternakan/kandang burung, dilengkapi dengan ventilasi. Kotoran dapat dikeluarkan dari sangkar dan dibersihkan
3.      Timbunan pupuk kandang ditutup dengan plastic, cara ini dapat membunuh larva/pupa karena panasnya
4.      Kotoran manusia, jamban perlu dilengkapi dengan: leher angsa untuk mencegah bau, ventilasi dengan kawat anti lalat, penggunaan leher angsa, tidak membuang kotoran di sembarang tempat, dalam pengungsian dimana tidak ada jamban, BAB pada jarak ±500 m pada arah angin yang tidak mengarah ke dekat pemukiman dan ±30 m dari sumber air bersih, kemudian menutupnya dengan tanah
5.      Sampah basah dan sampah organic
·         Pengunpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah harus dikelola dengan baik
·         Jika tidak ada, sampah dibakar, dan ditutup dengan tanah
·         Dasar tong sampah harus dibersihkan dari sisa-sisa sampah
·         TPA sampah perlu dipadatkan, ditutup tanah merah setebal 15-30 cm. Lokasi TPA harus beberapa km dari pemukiman
6.      Tanah yang mengandung bahan organik
Lumpur organik dari air buangan, septic tank harus dihilangkan dengan dikeruk atau digelontor. Menutup saluran air buangan dapat menghilangkan tempat berkembang biak lalat. Di tempat peternakan/pemotongan hewan, pengolahan, pengasinan ikan, lantai harus terbuat dari bahan yang kuat dan mudah digelontor
b.      Mengurangi sumber yang menarik lalat
Lalat akan tertarik pada hasil makanan olahan, makanan ikan, sirop gula, susu, buah yang manis. Pencegahan dilakukan dengan:
·         Kebersihan lingkungan
·         Membuat saluran air limbah
·         Menutup tempat sampah
·         Pemasangan alat pembuang bau (exhaust)


c.       Mencegah kontak antara lalat dengan kotoran yang mengandung kuman penyakit
Sumber penyakit berasal dari kotoran manusia, bangkai binatang, sampah basah, lumpur organik, orang sakit mata. Cara-cara pencegahan:
·         Kontsruksi jamban yang memenuhi syarat
·         Mencegah lalat berkontak dengan orang sakit, tinja, kotoran
·         Mencegah lalat tidak masuk ke tempat sampah, peternakan/pemotongan hewan
d.      Melindungi makanan, peralatan makan dan orang yang kontak dengan lalat
·         Makanan/peralatan makan harus anti lalat
·         Makanan disimpan di lemari makan
·         Makanan perlu dibungkus
·         Jendela dan tempat-tempat terbuka dipasang kawat kasa
·         Pintu dipasang dengan sistem yang dapat menutup sendiri
·         Pintu masuk dilengkapi dengan goranti lalat
·         Penggunaan kelambu/tudung saji
·         Kipas angin dapat dipasang untuk menghalau lalat masuk
·         Memasang stik berperekat anti lalat sebagai perangkap
Tindakan Pengendalian: Pemberantasan lalat secara langsung
a.       Cara fisik: mudah dan aman, tetapi kurang efektif apabila lalat dalam kepadatan tinggi, hanya cocok pada skala kecil, seperti perangkap lalat (Fly trap), umpan kertas lengket berbentuk pita/lembaran (sticky tapes), perangkap dan pembunuh elektronik (light trap with electrocutor)
b.      Cara Kimia
·         Penggunaan insektisida hanya untuk periode yang singkat apabila sangat diperlukan agar tidak terjadi resistensi
·         Biasanya digunakan pada KLB kolera, disentri dan trachoma
·         Dapat dilakukan melalui cara umpan (baits), penyemprotan dengan efek residu (residual spraying), pengasapan (space spraying)
·         Lalat dewasa sering hinggap di dinding atau langit-langit. Penyemprotan permukaan dapat dilakukan secara residual spraying. Insektisida yang digunakan bisa compression sprayer, wettable powder atau emulsion/flowable concentrate, tergantung dari permukaannya (berpori/tidak). Knockdown aerosol juga dapat dipergunakan untuk pengendalian sementara. Aerosol ini jangan digunakan sekitar makanan atau peralatan
·         Digunakan untuk melengkapi teknik perbaikan lingkungan kondisi emergency
-          Residual spray :(2-5)% malathion
-          Umpan kering /basah
Pengembangan teknik Residual Spray, umpan : benda padat (kulit kerang) dilapisi gula + 2% malathion/diazinon, disebarkan : 2-4 ons/1000ft
-          Impregnated Cord : Tali dilapisi parathion (7,5-10)% atau diazinon 25%, tali digantung jarak 100 feet
-          Pemberantasan larva : Diazinon 2,5/100 feet, Malathion 55%/100 feet
c.       Cara Biologi:
·         Memanfaatkan sejenis semut kecil berwarna hitam (Phiedoloqelon affinis) untuk mengurangi populasi lalat rumah di tempat sampah (Filipina)











BAB III
KEGIATAN SURVAILANS
3.1  Standar Operasional Prosedur Pengendalian Nyamuk Aedes Aegepty
I.                   Persiapan
a.       Sumber Daya Manusia
Syarat :
ü  Fungsional Sanitarian, Entomolog
Penunjang
ü  Kader yang sudah dilatih
ü  Pengemudi/supir yang sudah memiliki SIM A
b.      Sarana & Prasarana
a)      Sarana & Prasarana Pengamatan
Peralatan
v  Mobil khusus vector control
v  Senter
v  Pipet panjang dengan karet penghisap
v  Pipet sedang
v  Pipet kecil
v  Cawan petri
v  Botol kosong kecil
v  Loupe
v  Alat tulis
v  Glass objek
v  Cover glass
v  Mikroskop binokuler
v  Mikroskop stereo
v  Kertas label
v  Kaleng/gelas plastic untuk ovitrap
v  Paddle


Bahan
v  Alcohol
v  Xylol
v  Formulir
v  Surat tugas
b)     Sarana & Prasarana Pemberantasan
Peralatan :
·         Mobil khusus vector control
·         Thermal fogging
·         ULV
·         Masker
·         Helmet
·         Sepatu Safety
·         Senter
·         Pakaian kerja
·         Sarung tangan
·         Jerigen
·         Gelas ukur
·         Corong
·         Ember
·         Kacamata Safety
·         Pengaduk
·         Tool kit
·         Alat pemadam api ringan (APAR)
·         Timbangan
·         Sendok
Bahan
·         Insektisida
·         Larvasida
·         Pelarut
·         Bahan bakar
·         Surat tugas
II.                Langkah langkah Pelaksanaan
A.    Pemetaan
-          Pemetaan daerah perimeter dan daerah buffer yang merupakan tempat perindukan potensi nyamuk aedes aegypti
-          Membagi daerah pengawasan untuk memudahkan pengawasan/pemberantasan secara intensif
B.     Pengamatan
1.      Survey aedes aegypti stadium larva
*      Petugas yang akan melakukan pemeriksaan kedalam bangunan milik instansi pemerintah/swasta harus izin terlebih dahulu kepada petugas di instansi tersebut
*      Periksa container yang ada pada semua bangunan dilingkungan pelabuhan/bandara
*      Apabila ada container positif jentik dengan invetansi campuran pilihlah seekor yang diperkirakan jentik nyamuk aedes aegypti (bergerak lamban,tetapi apabila disinari akan bergerak lincah seperti huruf “S”, berwarna putih keabu-abuan dengan ukuran 0,5-1 cm, bergerak menjauhi sinar atau cahaya dan apabila istirahat posisinya hamper tegak lurus dengan permukaan air).
*      Jentik yang diperkirakan aedes diambil dengan pipet panjang dan dimasukkan kedalam botol kecil serta diberi label (nama bangunan, dan tanggal pengambilan)
*      Tulislah semua nama bangunan, container (baik positive maupun negative larva) yang diperiksa kedalam formulir

a.      Identifikasi jentik/larva
-          Siapkan mikroskop binokuler
-          Letakkan larva yang akan diperiksa pada cawan petri
-          Ambil larva dengan pinset kecil
-          Letakkan larva pada objek glass
-          Teteskan xylol pada larva
-          Tutup dengan cover glass
-          Periksa dengan lensa pembesar 10x
-          Untuk identifikasi lihat kunci identifikasi nyamuk aedes aegypti
-          Lakukan identifikasi larva di laboratorium sesuai dengan cirri-cirinya
b.      Perhitungan indeks (House Index/HI,container index/CI,breteau index/BI)
1.      Hitunglah house index,container index, dan breteau index selanjutnya tulis kedalam laporan
-          House Index : persentase antara rumah dimana ditemukan jentik terhadap seluruh rumah yang diperiksa

-          Container Index : persentase antara container dimana ditemukan jentik terhadap seluruh container yang diperiksa

-          Breteau index : jumlah container positif perseratus rumah

2.      Apabila index larva aedes > 0% untuk daerah perimeter dan > 1 untuk daerah buffer, maka direkomendasikan untuk dilakukan pengendalian
3.      Survey aedes stadium telur dilakukan jika infestasi A. aegypti didaerah pengawasan rendah sekali atau sukar ditemukan larva (BI < 5) dengan dilakukan pemasangan ovitrap (perangkap telur)
4.      Pengamatan aedes aegypti stadium larva dilakukan pagi hari secara teratur setiap bulan sekali pada setiap wilayah pengamatan
2.      Penganmatan aedes aegypti stadium telur
ü  Ovitrap dipasang dalam rumah/gedung/bangunan/lapangan yang teduh dengan jarak 100-500 cm
ü  Jumlah ovitrap yang dipasang pada setiap rumah/gedung/bangunan/lapangan 2 buah yaitu didalam dan diluar rumah
ü  Hitung ovitrap index yaitu jumlah ovitrap dengan telur dibagi jumlah ovitrap yang diperiksa dikalikan 100
3.      Pengamatan aedes aegypti stadium dewasa
ü  Survey dilakukan dengan cara resting collection yaitu cara menangkap dengan aspirator setiap nyamuk yang diperkirakan aedes aegypti yang beristirahat dipakaian-pakaian tergantung
ü  Nyamuk yang tertangkap dikumpulkan dalam paper cup yang ditutup dengan kain kasa yang dilubangi untuk memasukkan ujung aspirator dan selanjutnya tutup kembali lubang tersebut dengan kapas
ü  Nyamuk dalam paper cup dibunuh dengan choloroform yang telah diteteskan pada kapas penyumbat
ü  Identifikasi nyamuk betina dengan menggunakan mikroskop
ü  Hitung resting rate yaitu jumlah aedes aegypti yang tertangkap per orang per jam
ü  Jika resting rate = 0 penilaian diulang sampai 3x
ü  Jika ditemukan nyamuk betina dewasa diarea perimeter dan resting rate mencapai 2,5 dalam area buffer dilakukan pemberntasan
ü  Pengamatan aedes aegypti stadium dewasa dilakukan dari pagi sampai siang atau menjelang senja
ü  Pengamatan daerah rawan/endemic penyakit yang dapat ditularkan aedes aegypi dilakukan dengan frekuensi 2x/bulan atau sewaktu-waktu bila perlu
C.    Pengamatan
1.      Peran serta masyarakat
v  Pemberantasan nyamuk melalui peran serta masyarakat dengan kegiatan menguras, mengubur, menutup (3M) pada bejana air yang menjadi tempat perindukan potensial aedes aegypti
v  Disamping itu dilakukan upaya kebersihan dan sanitasi lingkungan ditempat hunian
v  Untuk perlindungan diri masyarakat pelabuhan/bandara dari gigitan nyamuk dewasa menggunakan repellent
v  Dalam upaya meningkatkan peran serta masyarakat dilakukan penyuluhan secara berkesinambungan
2.      Larvisidasi
a.       Pembubuhan larvisida dilakukan bersamaan dengan kegiatan survey larva.
b.      Apabila ditemukan container positif larva, maka pada container tersebut dibubuhkan larvisida sebanyak (untuk abate sand granula 1% perbandingan 1 gram per 10 liter air atau 1 sendok plastic 5 ml untuk 80 liter air)
-          Catat setiap penggunaan larva yang dibubuhkan pada formulir
-          Daya racun menempel didinding container yang berada dalam air selama 3 bulan
-          Bila air dalam container selalu diganti tanpa digosok dindingnya, daya racun bertahan 1 ½ sampai 2 bulan
-          Bila air diganti sebanyak 30% selama 2 hari, daya racun bertahan 9-12 minggu
c.       Lakukan evaluasi tindakan anti larva dengan membandingkan kepadatan larva/jentik sebelum dan setelah tindakan anti larva
3.      Pemberantasan menggunakan thermal fogging
o   Pastikan seluruh petugas penyemprot memakai alat perlindungan diri (pakaian kerja, sarung tangan, kacamata, dll)
o   Periksa seluruh mesin fogging untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik sebelum kegiatan dimulai
o   Larutkan insektisida dengan solar sesuai takaran (melathion 96% dengan perbandingan konsentrasi larutan 1 : 20 untuk mendapatkan larutan konsentrasi 5%) dan larutkan sampai tercampur dengan sempurna
o    Masukkan larutan kedalam setiap tengki mesin fogging sesuai dengan kapasitas tangki
o   Nyalakan mesin fogging dengan hati-hati
o   Penyemprotan dilakukan secara mundur berlawanan dengan arah angin dengan kecepatan 5-6 Km/jam. Bila menggunakan kendraan. Kecepatan maksimal 8 km/jam
o   Bila angin searah dengan jalan penyemprot, moncong mesin fogging diarahkan kedepan dan disndangkan di bahu kanan
o   Bila arah angin berlawanan dengan jalan penyemprot, moncong mesin fogging diarahkan kebelakang dan disandang dibahu kiri
o   Arah moncong membentuk sudut < 30 derjat (hamper sejajar dengan permukaan tanah)
o   Setiap pengisian ulang larutan insektisida, mesin fogging dalam keadaan mati.
o   Selesai fogging semua bagian yang terkena larutan/cairan bahan kimia harus dibersihkan kemudian mengkabutkan mesin fogging dengan kerosene tanpa insektisida dan batu batterai dikeluarkan
o   Bersihkan mesin fogging setelah dipergunakan
o   Untuk mendapatkan hasil yang maksimal lakukan fogging siklus II satu minggu setelah fogging siklus I
o   Dosis aplikasi insektisida pada fogging siklus II ditingkatkan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan fogging siklus I
o   Lakukan evaluasi tindakan pemberantasan dengan membandingkan kepadatan nyamuk sebelum dan setelah tindakan pemberantasan
o   Data yang dibandingkan adalah hasil pengamatan 1-2 hari sebelum fogging dan 1-2 hari setelah fogging/pengabutan
4.      Pelaksanaan fogging/spraying dengan ULV (ultra low volume)
·         Gunakan insektisida technical grade (murni)
·         Penyemprotan menggunakan mesin ULV dan insektisida disemprotkan dalam bentuk aerosol
·         Ikuti petunjuk penggunaan mesin ULV sesuai Merk
III.             Jejaring Kerja
Jejaring kerja kegiatan pengawasan aedes aegypi adalah :
a.       Administrator pelabuhan/ administrator bandara
b.      Pelindo/angkasa pura
c.       Institusi pemerintahan yang ada disekitar pelabuhan/bandara
d.      Institusi swasta yang ada dilingkungan pelabuhan/bandara
e.       Dinas Kesehatan
IV.             Pelaporan
Selesai melakukan kegiatan dibuat laporan dengan mengikuti kaidah epidemiologi. Bentuk laporan :
a.       Laporan kegiatan
b.      Laporan bulanan
c.       Laporan tahunan





















ALGORITMA
SURVEI JENTIK Aedes Sp.
OVITRAP INDEX = 0
DI PELABUHAN/BANDARA

SURVEI JENTIK
HI : 0
HI > 1
BUFFER AREA
POSITIF TELUR
LAPORAN SESUAI KAIDAH EPIDEMIOLOGI
-          LARVASIDASI
-          FOGGING
-          PSN
-          PENYULUHAN
-           
PERIMETER AREA
HI > 0
OVITRAP
HI = 1
OVITRAP
HI < 1
OVITRAP INDEX < 15 %
OVITRAP INDEX =15 %
 


















                                                                                                                        
ALGORITMA
SURVEI NYAMUK DEWASA Aedes Sp.
DI PELABUHAN/BANDARA

BEBAS AEDES AEGYPTI
 




LAPORAN
-          PENYULUHAN
-          ABATISASI
-          PSN
-          FOGGING
-           
RESTING RATE < 2,5
RESTING RATE > 2,5
POSITIF AEDES AEGYPTI
BUFFER AREA
PERIMETER AREA
SURVEI JENTIK
 

 













3.2.Standar Operasional Prosedur Pengendalian Nyamuk Anopheles
I.                   Persiapan
A.    Sumber Daya Manusia
Syarat :
·         Fungsional santiraian, entomolog
Penunjang :
·         Kader yang sudah dilatih
·         Pengemudi/supir yang memiliki SIM A
B.     Sarana & Prasaran
1.      Sarana & Prasaran Pengamatan
Peralatan :
·         Mikroskop binokuler/mikroskop stereo
·         Senter
·         Dipper/cidukan
·         Petridish
·         Pipet panjang dengan karet penghisap
·         Pipet sedang
·         Pipet kecil
·         Tas lapangan
·         Sepatu safety
·         Slide glass
Bahan :
·         Formulir
·         Alat tulis
·         Alcohol 70%
·         Xylol
·         Glass objek
·         Cover glass
·         Kertas label
·         Kertas tissue

2.      Sarana & prasaran pengendalian
Peralatan :
·         Mobil khusus vector control
·         Thermal fogginh
·         ULV
·         Masker
·         Helmet
·         Sepatu safety
·         Senter
·         Pakaian kerja
·         Sarung tangan
·         Jerigen
·         Gelas ukur
·         Corong
·         Ember
·         Kacamata safety
·         Pengaduk
·         Tool kit
·         Alat pemadam api ringan (APAR)
·         Timbangan
·         Sendok
·         Disetting (jarum seksi)
·         Loupe/kaca pembesar
·         Aspirator
·         Gunting
·         Paper cup
·         Kain kasa
·         Karet gelang
·         Kapas
·         Chloroform
·         Hygrometer
·         Thermometer
·         Anemometer
·         Alat tulis
·         Formulir
·         Kertas label
·         Kertas tisu
Bahan :
·         Alcohol
·         Xylol
3.      Sarana & prasarana pemberantasan
Peralatan :
ü  Spray can
ü  Mist blower
ü  Ember
ü  Corong
ü  Masker
ü  Sarung tangan karet
ü  Helmet
ü  Pakaian kerja
ü  Sepatu safety
ü  Kacamata safety
Bahan :
ü  Insektisida residual
ü  Larvasida cair

II.                Langkah – langkah pelaksanaan
A.    Pemetaan
ü  Pemetaan daerah perimeter dan buffer yang merupakan tempat perindukan potensial nyamuk anopheles
ü  Membagi daerah pengawasan untuk memudahkan pengawasan/pemberantasan
B.     Pengamatan
1.      Survey anopheles stadium larva
*      Penangkapan larva dengan menggunakan dipper/cidukan yang dilakukan pada berbagai macam genangan air, misalnya : lagun, sawah, rawa, galian tanah, dll.
*      Larva dalam dipper diambil dengan pipet dan dipindahkan kedalam vial (botol kecil)
*      Vial diberi label yang berisi dat-data : lokasi larva, tipe tempat penangkapan dan nama kolektor
*      Isi formulir daftar isian
*      Pengamatan larva anopheles dilakukan pada pagi hari setiap sebulan sekali
*      Identifikasi larva anopheles
*      Hitung kepadatan dipper yaitu : setiap spesies larva yang ditangkap dibagi jumlah cidukan
2.      Pengamatan anopheles stadium dewasa dengan umpan orang tua
*      Tentukan minimal 6 orang untuk menjadi umpan
*      Lakukan penangkapan nyamuk didalam dan diluar rumah dengan umpan orang
*      Penangkapan didalam rumah dilakukan selama 45 menit dan 15 menit berikutnya dilakukan penangkapan nyamuk didinding
*      Penangkapan diluar rumah dengan umpan orang selama 45 menit dan 15 menit berikutnya dilakukan dikandang dan disekitarnya
*      Nyamuk yang menggigit kaki, tangan dan bagian tubuh lainnya ditangkap dengan menggunakan aspirator dengan penerangan senter
*      Nyamuk yang tertangkap dimasukkan ke dalam paper cup yang terpisah untuk tiap – tiap waktu penangkapan
*      Paper cup ditutup dengan kain kasa yang telah diberi lubang dan disumbat dengan kapas.
*      Paper cup diberi label yang berisi tanggal, jam penangkapan
*      Membunuh nyamuk dengan chloroform pada kapas penyumbat
*      Identifikasi nyamuk anopheles
*      Hasil tangkapan, suhu, kelembabandicatat dalam formulir
*      Hitung MBR (Man Bitting Rate) yaitu nyamuk hinggap menggigit tertangkap


*      Hitung MHD (Man Hour Dencity) yaitu nyamuk hinggap tertangkap


3.      Pengamatan anopheles stadium dewasa bukan dengan umpan orang
v  Tangkap nyamuk didalam rumah yang hinggap didinding, gantungan pakaian dan kelambu dengan menggunakan aspirator
v  Masukkan nyamuk yang tertangkap kedalam paper cup yang terpisah untuk tiap – tiap rumah
v  Paper cup diberi label : tanggal, jam,metode, nama keluarga bangunan dan kolektor
v  Lanjutkan dengan kegiatan out door resting collection dengan menangkap nyamuk yang hinggap dirumput, semak, tebing, parit, lubang tanah, dan pangkal pohon.
v  Masukkan nyamuk yang tertangkap kedalam paper cup yang terpisah untuk tiap-tiap rumah 
v  Paper cup diberi label : tanggal, jam,metode, nama keluarga bangunan dan kolektor
v  Catat/hitumg jumlah nyamuk yang tetrangkap dalam tiap – tiap paper cup
v  Lakukan identifikasi
v  Hasil pengamatan dicatat dalam formulir isian dan memperhatikan keadaan perut unfet, fed, gravid dan haif grafid
v  Hitung dencity nyamuk


v  Jika populasi vector malaria meningkat atau terdapat infestasi baru dari luar daerah pengawasan, segera lakukan pemberantasan
C.    Pemberantasan
1.      Pemberantasan nyamuk anopheles indoor residual spraying
o   Pastikan seluruh petugas penyemprot memakai alat perlindungan diri (pakaian kerja, sarung tangan, helmet, masker, sepatu, kacamata, dll. )
o   Periksa spray can untuk meyakinkan dapat berfungsi dengan baik dan menggunakan nozzle standar
o   Larutkan insektisida dengan pelarut air dalam ember plastic
o   Masukkan insektisida yang sudah tercampur sempurna kedalam spray can
o   Pompa spray can sebanyak 70x
o   Lakukan penyemprotan didalam/ disekitar rumah pada tempat hinggap/ istirahat nyamuk.
o   Penyemprotan dilakukan pada dinding sampai betul – betul basah
o   Penyemprotan harus mencapai sesuai dosis aplikasi untuk setiap jenis insektisida
o   Pada saat penyemprotan dilarang makan/minum/merokok
o   Selesai melakukan penyemprotan, peralatan dibersihkan dengan air bersih
o   Pakaian kerja dilepas dan cuci tangan yang bersih dengan menggunakan detergen pembersih
2.      Pemberantasan larva anopheles
o   Persiapkan mist blower dan periksa untuk memastikan berfungsi dengan baik
o   Kenakan pakaian kerja (helmet, kacamata, pakaian kerja, sepatu boot, masker dan sarung tangan)
o   Larutkan larvasida sesuai dengan dosis aplikasi
o   Tuangkan larvasida yang telah diaduk sempurna kedalam tangki mist blower
o   Hidupkan mist blower dan gendong di punggung penyemprot
o   Semprotkan ke permukaan genangan air tempat perindukan anopheles sehingga terjadi lapisan tipis
o   Aplikasi untuk menutup permukaan genangan air tempat perindukan anopheles sbb :
-          Air mengalir : 142 – 190 liter/Ha
-          Air tenang (tidak mengalir) : 45-90 liter/Ha
-          Air yang terdapat tumbuhan air : 90-180 liter/Ha
III.             Jejaring Kerja
Jejaring kerja kegiatan pengawasan aedes aegypti adalah :
v  Administrator pelabuhan/administrator bandara
v  Pelindo/Angkasa Pura
v  Institusi pemerintah yang ada dilingkungan pelabuhan/bandara
v  Institusi swasta yang ada di lingkungan pelabuhan/bandara
v  Dinas Kesehatan
IV.             Pelaporan
Selesai melakukan kegiatan dibuat pelaporan dengan mengikuti kaidah epidemiologi :
Bentuk laporan :
a.       Laporan kegiatan
b.      Laporan bulanan
c.       Laporan tahunan








ALGORITMA
SURVEI LARVA ANOPHELES
DI PELABUHAN/BANDARA

SURVEI LARVA ANOPHELES
BUFFER AREA
PERIMETER AREA
TIDAK ADA LARVA
TIDAK ADA LARVA
KEPADATAN LARVA TINGGI
POSITIF LARVA
-          PENYULUHAN
-          PSN
-          IRS
-          LARVA CIDING
LAPORAN SESUAI KAIDAH EPIDEMIOLOGI
 
















ALGORITMA
PENGAWAS ANOPHELES DEWASA
DI PELABUHAN/BANDARA

SURVEI ANOPHELES DEWASA
PERIMETER AREA
BUFFER AREA
-       POPULASI ANOPHELES TINGGI
-       MBR/MHD TINGGI
TIDAK ADA ANOPHELES
1. PENYULUHAN
2. INDOOR RESIDUAL SPRAYING (IRS)
PENGAMATAN RUTIN
POSITIF ANOPHELES
TIDAK ADA ANOPHELES
 

















3.3  Standar Operasional Prosedure Pengendalian Lalat
I.                   Persiapan
A.    Sumber Daya Manusia
Syarat :
-          Fungsional sanitarian, entomolog
B.     Sarana & Prasarana
1.      Sarana & Prasarana Pengamatan
Peralatan :
v  Fly grill
v  Counter
v  Hygrometer
v  Thermometer
v  Anemometer
v  Kendraan
Bahan :
v  Formulir
v  Surat tugas

2.      Sarana & Prasarana Pemberantasan
Peralatan :
v  Mobil
v  Mist blower/Spray can
v  Ember  
v  Pengaduk
v  Pakaian Kerja
v  Alat pelindung diri (masker, helmet, kacamata, dan sarung tangan)
v  Lem lalat
Bahan :
v  Insektisida
v  Pelarut

II.                Langkah – langkah Pelaksanaan
A.    Pengamatan
1.      Pelaksanaan survey kepadatan lalat di pelabuhan
v  Buat pemetaan daerah potensial lalat
v  Siapkan kelengkapan fly grill dan peralatan lainnya
v  Periksa seluruh kelengkapan sebelum melaksanakan kegiatan
v  Lakukan pengukuran suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin
v  Catat hasil pengukuran pada formulir yang tersedia
v  Letakkan fly grill ditempat potensial lalat seperti : TPS, container sampah
Tempat penjualan makanan
·         Biarkan fly grill dihinggapi lalat selama 30 detik
·         Hitung lalat yang hinggap pada fly grill dengan menggunakan counter
·         Lakukan pengulangan sebanyak 10x disetiap lokasi
·         Catat dalam formulir pemeriksaan
·         Lima nilai tertinggi dihitung rata-ratanya
·         Cocokkan dengan indeks dan interpretasikan sbb :





No
Rata-rata
Indeks
1
2
3
4
0-2
3-5
6-20
20 keatas
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
·         Setelah dilakukan survey kepadatan dilakukan analisis hasil serta rekomendasi, apabila kepadatan tinggi atau sangat tinggi maka dilakukan tindakan pengendalian

2.      Pelaksanaan survey kepadatan lalat dikapal
v  Pengamatan/survailans : yaitu untuk mengetahui keberadaan lalat dikapal dilakukan dengan melihat secara visual adanya lalat hidup
v  Pengamatan/pemeriksaan keberadaan lalat dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemeriksaan sanitasi kapal dan pemeriksaan kapal dalam rangka penerbitan SSCC
v  Apabila ditemukan kehidupan lalat diatas kapal/pesawat direkomendasikan untuk dilakukan tindakan Disinseksi
B.     Pemberantasan
1.      Pemberantasan dengan peran serta masyarakat melalui perbaikan lingkungan
v  Petugas KKP melakukan pendekatanm kepada pengelola pelabuhan/bandara agar sampah ditangani secara saniter
v  Masyarakat pelabuhan/bandara disarankan untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
v  Apabila menemukan kondisi yang kurang sesuai (tempat sampah tidak tertutup, banyak tumpukan sampah, sampah berserakan), petugas KKP membuat surat teguran kepada pengelola pelabuhan/bandara dengan tembusan kepada administrator pelabuhan/bandara
2.      Pelaksanaan penyemprotan dengan efek knock down di pelabuhan/bandara
v  Tentukan lokasi pemberantasan
v  Petugas penyemprot menggunakan pakaian kerja atau APD
v  Periksa mesin mist blower/spray can untuk memastikan dalam keadaan baik
v  Campurkan insektisida dengan pelarut didalam ember sesuai dosis aplikasi
v  Masukkan larutan ke dalam tangki
v  Lakukan penyemprotan pada tempat – tempat potensial lalat (container sampah, tempat penjualan makanan)
v  Bersihkan tangki setiap selesai melakukan kegiatan
3.      Larvisidasi
v  Persiapkan mist blower dan periksa untuk memastikan berfungsi dengan baik
v  Kenakan pakaian kerja (helmet, kacamata, pakaian kerja, sepatu boot, masker dan sarung tangan)
v  Larutkan larvisida sesuai dengan dosis aplikasi
v  Tuangkan larvisida yang telah diaduk sempurna kedalam tangki mist blower
v  Lakukan penyemprotan pada tempat-tempat potensial perindukan lalat seperti sampah, sisa makanan, dan kotoran lain
v  Selesai melakukan pemberantasan, alat dibersihkan.
4.      Pelaksanaan penyemprotan dengan efek knock down dikapal
v  Intervensi/kegiatan pemberantasan lalat dikapal dilakukan melalui kegiatan disinseksi kapal



III.             Jejaring Kerja
Jejaring kerja kegiatan pengawasan aedes aegypti adalah :
v  Administrator pelabuhan/administrator bandara
v  Pelindo/Angkasa Pura
v  Institusi pemerintah yang ada dilingkungan pelabuhan/bandara
v  Institusi swasta yang ada di lingkungan pelabuhan/bandara
v  Dinas Kesehatan
IV.             Pelaporan
Selesai melakukan kegiatan dibuat pelaporan dengan mengikuti kaidah epidemiologi :
Bentuk laporan :
a.       Laporan kegiatan
b.      Laporan bulanan
c.       Laporan tahunan















FORMULIR SURVEI KEPADATAN LALAT
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN
Lokasi            :
Tanggal          :
Jam                :

No
Tempat pemasangan fly grill
Jumlah lalat pada pemasangan interval
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

































































Temperature   :
Kelembaban   :



………….., …………20….
Petugas



(………………..……)
ALGORITMA
PENGENDALIAN LALAT
DIPELABUHAN/BANDARA
LAPORAN
PELAKSANAAN :
1.       PEMETAAN
2.       JADWAL
3.       PENETAPAN LOKASI

KEPADATAN TINGGI (>6)
KEPADATAN RENDAH (<6)
PEMBERANTASAN
SURVEI KEPADATAN LALAT
PERSIAPAN :
1.       PERALATAN
2.       BAHAN
 



















3.4.Standar Pengendalian Operasional Prosedur Pengendalian Kecoa
I.                   Persiapan
A.    Sumber Daya Manusia
Syarat :
*      Fungsional sanitarian, entomolog
B.     Sarana & Prasarana
1.      Sarana & Prasarana Pengamatan
Peralatan :
*      Senter
*      Aerosol
Bahan :
*      ATK
*      Formulir

2.      Sarana & Prasarana Pengamatan
Peralatan :
*      Mobil
*      Mist blower/spray can/ULV portable/Thermal Fog
*      Hand spray
*      Ember
*      Pengaduk
*      Pakaian kerja
*      Alat pelindung diri (masker, helmet, kacamata, sarung tangan)
Bahan :
*      Insektisida
*      Hidrokarbon berkhlor, 5% khlordane, dieldrin, heptachlor, lindane,
*      Organofosfat : 2% diazinon, dikhlorvos, 5% malathion, runnel
*      Pelarut

II.                Langkah – langkah pelaksanaan
A.    Pengamatan
1.      Pelaksanaan survey kepadatan kecoa di pelabuhan
*      Lakukan pemetaan untuk tempat perindukan potensial
*      Lakukan pengamatan dengan cara melihat tanda – tanda keberadaan kecoa seperti : keberadaan telur, kotoran, kecoa mati, atau kecoa hidup
*      Pada tempat 0- tempat persembunyian yang agak sulit disemprotkan aerosol dan atau attarctan agar kecoa yang bersembunyi keluar
*      Survey disarankan pada malam hari
*      Hitung jumlah dan jenis tanda – tanda kecoa yang ditemukan
*      Interpretasi hasil pemeriksaan sebagai berikut :
Kategori
B.     Germanica
P. Branca
B. Orientalis
P. Americana
Rendah
0-5
0-3
0-1
0-1
Sedang
6-20
4-10
2-10
2-10
Tinggi
21-100
11-50
11-25
11-25
Sangat tinggi
100 +
50 +
25 +
25 +

*      Interpretasi hasil :
-          Rendah                : tidak menjadi masalah
-          Sedang                 : perlu pengamatan tempat perkembangbiakan
-          Tinggi/padat        :perlu pengaman perkembangbiakan dan rencana pengendalian
-          Sangat tinggi       : perlu pengamanan tempat perkembangbiakan dan pengendalian

2.      Pelaksanaan survey kepadatan kecoa di kapal
*      Pengamatan/ survailans yaitu untuk mengetahui keberadaan/kepadatan populasi kecoa dikapal dilakukan dengan melihat secara visual tanda – tanda sebagai berikut : terdapat kotoran dan kapsul telur (ootheca) kecoa dan terdapat kecoa dewasa (mati/hidup) diseluruh ruangan/badan kapal.
*      Untuk tempat – tempat persembunyian yang agak sulit disemprotkan aerosol atau attarctan agar kecoa yang bersembunyi keluar
*      Hitung jumlah dan jenis tanda – tanda kecoa yang ditemukan
*      Interpretasikan hasil hasil pemeriksaan
*      Pengamatan atau pemeriksaan keberadaan kecoa dikapal dilakukan bersaman dengan kegiatan pemeriksaan sanitasi kapal dan pemeriksaan kapal dalam rangka penerbitan SSCC
C.    Pemberantasan
1.      Pemberantasan dengan peran serta masyarakat melalui perbaikan lingkungan
*      Petugas KKP melakukan pendekatanm kepada pengelola pelabuhan/bandara agar menjaga kebersihan lingkungan
*      Masyarakat pelabuhan/bandara/awak kapal/crew/ disarankan untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
*      Apabila menemukan kondisi yang kurang sesuai (tempat sampah tidak tertutup, banyak tumpukan sampah, sampah berserakan), petugas KKP membuat surat teguran kepada pengelola pelabuhan/bandara dengan tembusan kepada administrator pelabuhan/bandara
2.      Pelaksanaan penyemprotan dengan efek knock down di pelabuhan/bandara
*      Persiapkan alat penyemprot dan periksa untuk memastikan berfungsi dengan baik
*      Kenakan pakaian kerja (helmet, kacamata, pakaian kerja, sepatu boot, masker dan sarung tangan)
*      Larutkan insektisida sesuai dosis aplikasi
*      Tuangkan insektisida yang telah diaduk sempurna kedalam tangki alat penyemprot
*      Lakukan penyemprotan pada tempat – tempat potensial perindukan kecoa seperti sampah, sisa makanan, kotoran lain, celah dinding bangunan bagian dalam, tempat pengolahan makanan, WC/kamar mandi, got/saluran air tertutup, septi tank)
*      Selesai melakukan pemberantasan, alat dibersihkan
3.      Pelaksanaan penyemprotan dengan efek knock down di kapal
*      Intervensi/kegiatan pemberantasan lalat dikapal dilakukan melalui kegiatan disinseksi kapal
III.             Jejaring Kerja
Jejaring kerja kegiatan pengawasan aedes aegypti adalah :
v  Administrator pelabuhan/administrator bandara
v  Pelindo/Angkasa Pura
v  Institusi pemerintah yang ada dilingkungan pelabuhan/bandara
v  Institusi swasta yang ada di lingkungan pelabuhan/bandara
v  Dinas Kesehatan
IV.             Pelaporan
Selesai melakukan kegiatan dibuat pelaporan dengan mengikuti kaidah epidemiologi :
Bentuk laporan :
a.       Laporan kegiatan
b.      Laporan bulanan
c.       Laporan tahunan






















ALGORITMA
PENGENDALIAN KECOA
DI PELABUHAN/BANDARA
PERSIAPAN :
1.       TIM SURVEI
2.       ALAT & BAHAN
3.       KENDRAAN
SURVEY KECOA DENGAN FORM PEMERIKSAAN
RENDAH
TINGGI
PEMBERANTASAN KECOA (PEMERCIKAN)
LAPORAN
KEPADATAN KECOA
PELAKSANAAN
1.       PEMETAAN
2.       JADWAL KERJA
3.       SAMPLING LOKASI
 


















3.5. Standar Operasional Prosedur Pengendalian Tikus & Pinjal
I.                   Persiapan
A.    Sumber Daya Manusia
Syarat :
v  Fungsional sanitarian, entomolog
Penunjang :
v  Kader yang sudah dilatih
v  Pengemudi/supir yang memiliki SIM A

B.     Sarana & Prasarana
Peralatan :
v  Kenderaan roda 4
v  Kenderaan roda 2
v  Perangkap
v  Kantong
v  Baskom
v  Sisir
v  Timbangan
v  Mikroskop
v  Object glass
v  Petridish
v  Penyedot pinjal
v  Tabung gelas
v  Botol – botol vial untuk parasit lain
v  Penggaris
v  Kapas
v  Kunci identifikasi
v  Baju
v  Sarung tangan
v  Masker
v  Kaca slide
v  Cover glass
v  Tanda – tanda peringatan pemasangan racun
v  Formulir & ATK
Bahan :
v  Chloroform
v  Umpan
v  Racun tikus
v  Alcohol
v  Lysol/sabun

II.                Langkah – langkah pelaksanaan
1.      Di pelabuhan/bandara
A.    Pemetaan
·         Pemetaan daerah yang menjadi lokasi pengawasan/pemberantasan
·         Membagi daerah pengawasan untuk memudahkan pengawasa/pemberantasan secara intensif (bagi KKP dengan daerah yang luas)
·         Bagi KKP dengan daerah yang tidak terlalu luas, tidak perlu membuat pembagian daerah pengawasan
·         Peta yang dibuat memuat situasi gudang, gedung dan bangunan lainyang ada di pelabuhan/bandara, tempat sampah, tempat pengolahan makanan, saluran air,, tempat penumpukan barang dan lokasi penumpukan barang di area terbuka
B.     Pengamatan, Pemberantasan Tikus & Pinjal
1.      Pengamatan Tikus & Pinjal
·         Siapkan perangkap yang telah diberi umpan : kelapa bakar, ikan asin, buah (usahakan diganti setiap pemasangan selama 5 hari berturut – turut )
·         Pemasangan perangkap pada sore hari, terutama digudang – gudang yang dilakukan setiap 40 hari selama 5 hari berturut – turut yang dapat mencakup seluruh area pelabuhan. Untuk pelabuhan besar dapat dibagi menjadi 2-4 bagian sesuai dengan keadaan masing – masing bagian, yang dikerjakan dalam 5 hari berturut – turut dan dapat diselesaikan dalam jangka waktu 1 bulan.
-          Jumlah perangkap yang dipasang antara 100-300 buah/hari (sesuai dengan kebutuhan). Pada setiap kegiatan jumlah perangkap yang dipasang minimal 100 buah dan maksimal 300 perangkap tergantung luas area
-          Tiap jarak 10 m dipasang 1 perangkap
-          Pasangkan umpan pada seluruh perangkap yang akan dipasang
·         Perangkap diambil keesokan harinya sebelum aktifitas mulai ramai (pagi hari)
·         Catat jumlah perangkap yang hilang
·         Pisahkan perangkap yang berisi tikus dan dimasukkan kedalam karung kain dan diberi label
-          Lakukan identifikasi tikus dan pinjal
-          Perangkap yang berisi tikus dan telah kosong harus dicuci dan dikeringkan sebelum digunakan kembali
-          Seluruh umpan harus diganti setiap hari

2.      Identifikasi Tikus dan Pinjal
ü  Tikus yang sudah diberi tanda/label lalu dibunuh (secara mekanik atau menggunakan kapas yang telah diberi chloroform dan dimasukkan dalam karung, kemudian ditunggu beberapa menit sampai tikus tidak bergerak lagi)
ü  Lakukan penyisiran pada tikus menggunakan sisir khusus untuk kutu agar mudah mendapatkan ectoparasite (pinjal, fieks, chingger)
ü  Melakukan identifikasi tikus untuk mengetahui spesiesnya (panjang tikus keseluruhan, panjang ekor, panjang kaki, panjang telinga, menghitung jumlah mamae, mengukur besar testis dan menimbang berat tikus) dan kewaspadaan terhadap adanya kasus import
ü  Menghitung jumlah pinjal dan tentukan indeks pinjal (bila indeks pinjal lebih dari 1,maka lakukan pemberantasan)
ü  Menentukan spesies pinjal guna pemeriksaan jenis pinjal untuk mengetahui apakah ada pinjal import dari Negara lain yang terbawa oleh kapal
ü  Indeks pinjal (flea index) dihitung dengan rumus :


3.      Peracunan Tikus
ü  Petugas KKP membuat surat pemberitahuan kepada Adpel/Adbandara/Pengelola Pelabuhan/Bandara tentang rencana peracunan tikus dipelabuhan/bandara
ü  Tentukan lokasi peracunan dan buatkan peta lokasi
ü  Racik rodentisida dengan umpan sesuai dosis aplikasi yang diperkenankan
ü  Pasang/letakkan racun pada lokasi yang telah ditentukan
ü  Atur jarak lokasi antara umpan dan racun
ü  Pasang tanda bahaya bahan beracun pada tempat/lokasi peracunan
ü  Lakukan pengamatan setiap hari untuk melihat tikus yang mati
ü  Kumpulkan tikus yang mati, identifikasi kemudian kuburkan
ü  Catat jumlah, waktu, lokasi, dan jenis tikus yang mati


2.      Di kapal
A.    Pemeriksaan Kehidupan Tikus
Untuk menyimpulkan ada tidaknya kehidupan tikus dikapal dilakukan pemeriksaan tanda – tanda kehidupan tikus dikapal :
*      Pemeriksaan tanda – tanda kehidupan tikus diatas kapal dilakukan pada saat melakukan perpanjangan SSCC/SSECC atau pemeriksaan dilakukan pada saat kedatangan kapal dari daerah terjangkit/luar negeri.
*      Pemeriksaan dimulai dari anjungan kapal, kamar perwira kapal, dapur, pantry, ruang makan, gudang dan ruang mesin
*      Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat tanda – tanda kehidupan tikus yaitu : bau tikus, sarang, bekas kencing, kotoran, bekas makanan, bingkai, bekas gigitannya, bekas jalan dan bekas telapak kaki.
*      Apabila ditemukan tanda – tanda seperti yang telah disebutkan diatas, maka direkomendasikan untuk melakukan tindakan derattisasi yang pelaksanaannya oleh Badan Usaha Swasta (BUS) dengan pengawasan dari petugas KKP
B.     Pengawasan Tindakan Pencegahan Tikus Dikapal
*      Anjurkan kepada awak kapal untuk :
-          Pasang rat guard secara benar pada tali kapal
-          Angkat tangga setinggi 60 cm dari dermaga
-          Nyalakan lampu pada malam hari ditangga kapal
-          Hindarkan kapal sandar berdampingan
C.    Pengawasan Tindakan Derattisasi
*      Petugas yang melakukan pengawasan derattisasi harus memiliki sertifikat pelatihan fumigasi
*      Petugas yang melakukan pengawasan derattisasi harus mendapatkan surat perintah kerja dari Ka. KKP
*      Pelaksanaan pengawasan tindakan derattisasi melihat standar operasional prosedur tindakan penyehatan alat angkut, orang dan barang 

III.             Jejaring Kerja
Jejaring kerja kegiatan pengawasan aedes aegypti adalah :
v  Administrator pelabuhan/administrator bandara
v  Pelindo/Angkasa Pura
v  Institusi pemerintah yang ada dilingkungan pelabuhan/bandara
v  Institusi swasta yang ada di lingkungan pelabuhan/bandara
v  Perusahaan pelayaran/Air Lines
v  Badan Usaha Swasta (BUS)
v  Pemilik Gudang
IV.             Pelaporan
Selesai melakukan kegiatan dibuat pelaporan dengan mengikuti kaidah epidemiologi :
Bentuk laporan :
a.       Laporan kegiatan
b.      Laporan bulanan
c.       Laporan tahunan



ALGORITMA
PENGENDALIAN TIKUS & PINJAL
PERSIAPAN :
1.       PERANGKAP
2.       UMPAN
3.       KENDERAAN
4.       TENAGA
PELAKSANAAN :
1.       PEMETAAN
2.       JADWAL KERJA
3.       PEMASANGAN PERANGKAP
DIPELABUHAN/BANDARA

PINJAL
SUKSES TRAP
INDEKS PINJAL
TINDAK LANJUT
LAPORAN
=1
>1
PEMBERANTASAN
EVALUASI
IDENTIFIKASI
TIKUS
 

















3.6.Hasil Kegiatan Survailans KKP Kelas II Pekanbaru
Standar pengawasan vector di pintu masuk Negara
No
Jenis Vektor
Standar
Ket
1
Survey larva nyamuk aedes aegypti
0
HI Perimeter area


< 1 %
HI Buffer area
2
Survey nyamuk anopheles stadium dewasa
2.5
MHD
MBR
3
Survey kepadatan lalat
6
Ekor
4
Survey kepadatan kecoa
11-25
Ekor
5
Pengamatan tikus dan pinjal
1
Indeks pinjal

A.    Hasil Survey Larva Aedes sp (Perimeter Area)

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa rata – rata HI di area perimeter tahun 2012 adalah 1,90 % dengan puncak tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan indeks larva mencapai 3,911. Sedangkan tahun 2013 dilihat dari terjadi penurunan mencapai 0,27 %.
B.     Hasil Survey Larva Aedes sp (Buffer Area)
           
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada bulan januari indeks larva pada daerah buffer tahun 2012 mencapai 6.03 dengan rata – rata dalam setahun adalah 3.78% kemudian pada tahun 2013 terjadi penurunan mencapai 0,54% artinya target tercapai pada wilayajh buffer.
Hasil pengamatan nyamuk Anopheles sp tahun 2011 s/d 2013 adalah Nil (tidak ditemukan nyamuk Anopheles sp di wilker KKP Pekanbaru)




C.    Survey Kepadatan Lalat
            Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat pada tahun 2011 indeks lalat tertinggi terjadi pada bulan februari dengan indeks 7.2 dengan rata – rata pertahun 4,597%. Pada tahun 2012 puncak tertinggi berada di bulan juli dengan indeks lalat 10,11 dengan rata – rata pertahun 6,456%. Pada tahun 2013 indeks tertinggi terjadi pada bulan maret dengan indeks 7,458 dengan rata – rata pertahun 5,90. Pencapaian ini masih berada pada target yang ditetapkan.






D.    Survey Kepadatan Kecoa

     
                        Berdasarkan grafik diatas, maka dapat dilihat bahwa tingkat kepadatan kecoa tahun 2011 bulan juni adalah angka indeks tertinggi dengan nilai 5,90 denga rata – rata pertahun 2,00. Pada tahun 2012 puncak tertinggi terjadi pada bulan desember dengan angka indeks 6,478 dan rata – rata pertahun 4,176. Pada tahun 2013 rata – rata mencapai 1,789 dengan angka indeks 3,829 yang terjadi pada bulan juli. Pencapaian ini cukup baik jika dibandingkan dengan target.









E.     Survey Pengamatan Tikus & Pinjal

            Berdasrakan grafik diatas,maka dapat dilihat rata – rata pemasangan perangkap tahun 2012 adalah 841 buah dengan jumlah tikus tertangkap 25 ekor. Dan rata – rata pemasangan perangkap pada tahun 2013 adalah 761 buah dengan jumlah tikus tertangkap 26 ekor. Sedangkan indeks pinjal 1,sesuai dengan target.




 





BAB IV
KESIMPULAN & SARAN

4.1.Kesimpulan
Dari hasil survey vector di wilayah kerja KKP Pekanbaru kelas II maka dapat disimpulkan :
a.       Hasil survey lalat, kecoa dan pinjal sudah sesuai dg target
b.      Hasil survey larva Aedes sp wilayah perimeter belum sesuai dengan target

4.2.Saran

Perlu upaya peningkatan kebersihan lingkungan terutama di perimeter area dengan :
Ø  Gerakan 3 M plus
1.       Menguras tempat penampungan air
2.       Menutup
3.       Mengubur untuk sampah organik. Untuk  sampah anorganik mendaur ulang
Ø  Abatisasi
Ø  Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat yaitu pembentukan kader kesehatan di wilyah kkp pekanbaru




Tidak ada komentar:

Posting Komentar